Mengenal Watingo-Malita, Pembatas Makanan di Adat Gorontalo
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID,GORONTALO - Sebagian masyarakat di Provinsi Gorontalo selalu menyajikan watingo-malita dalam setiap hajatan. Terlebih, untuk hajatan yang berhubungan dengan adat setempat. Baik syukuran kelahiran, baiat, sunatan, gunting rambut, pernikahan, dan doa-doa kematian.
Watingo-malita adalah garam yang dipadukan dengan cabai di dalam satu wadah. Watingo adalah garam, dan malita adalah cabai.
ADVERTISEMENT
Menurut salah satu imam di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, Muahama (60), watingo-malita selalu disajikan bersamaan dengan makanan lain di setiap hajatan.
Setiap hajatan selalu diawali dengan doa bersama. Di doa itu orang-orang akan duduk berhadap-hadapan. Di tengahnya ada makanan yang berjejer teratur.
Di jejeran makanan itu ada lebih dari satu watingo-malita yang disebut sebagai pondolo atau pembatas. Fungsinya untuk membatasi agar orang-orang yang duduk berhadapan tidak melewati pondolo lain untuk mengambil lauk saat menyantap sesajian.
"Watingo diartikan lautan dan malita diartikan segumpal darah," kata Muahama, Minggu (20/10).
Garam yang dimaknai lautan itu sebagai pembatas jarak antara dua pulau. Lalu cabai dimaknai segumpal darah manusia yang mendiami pulau tersebut. Maka watingo-malita sebagai pondolo merupakan syarat saat ada hajatan yang diawali doa bersama, agar orang-orang tidak saling berebut makanan.
ADVERTISEMENT
Tradisi itu sudah dilakukan turun-temurun. Namun menurut Muahama, hal itu dilakukan berdasarkan keyakinan masing-masing.
----
Reporter : Rahmat Ali
Editor : Febriandy Abidin