Usai Demo Ricuh, Pihak UBB Akan Bentuk Tim Investigasi

Konten Media Partner
19 Maret 2020 20:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi unjuk rasa mahasiswa UBB berujung ricuh.
zoom-in-whitePerbesar
Aksi unjuk rasa mahasiswa UBB berujung ricuh.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aksi ratusan Mahasiswa Universitas Bangka Belitung (UBB), Kamis (19/3/2020) siang di depan Gedung Rektorat berakhir ricuh.
ADVERTISEMENT
Mereka menuntut agar Peraturan Rektor Nomor 2 tahun 2019 tentang kemahasiswaan dicabut.
Meski demikian, tidak jelas persis tuntutan mahasiswa pada bagian mana yang ditolak karena mahasiswa tidak memberikan kesempatan dialog pada pimpinan universitas yang hadir. Namun info didapat, peserta demo menuntut aturan tentang batasan berorganisasi minimal IPK 3,0 untuk ketua dan maksimal semester 7 dicabut.
Wakil Rektor I UBB, Dr Nizwan Zukhri, saat dikonfirmasi mengungkapkan aksi demo ini melanggar edaran Mendikbud dan Rektor soal larangan berkumpul untuk mencegah dan kewaspadaan penyebaran Covid-19.
“UBB sendiri diketahui mematuhi edaran Mendikbud dan Presiden tentang larangan berkerumun dan telah mengeluarkan edaran resmi. Pemaksaan aksi ini sebenarnya membahayakan para demonstran sendiri, dosen, tendik dan satuan pengamanan UBB atas pandemic Covid-19,” ungkap Nizwan.
ADVERTISEMENT
Nizwan juga mengakui adanya bentrok antara mahasiswa demo dengan satpam karena memang ada pembakaran ban oleh mahasiswa menggunakan bensin dalam plastik.
“Ketika satpam berusaha memadamkan karena kekhawatiran akan membahayakan demonstran sendiri dan sarana prasarana kampus, mahasiswa menghalangi dan terjadilah kericuhan,” tutur Nizwan.
Berkenaan dengan kejadian ini, tambah Nizwan, pihaknya akan membentuk tim investigasi akademik untuk menelusuri siapa saja yang terlibat dalam kasus kericuhan tersebut dan berjanji akan memberikan sanksi tegas berdasarkan hasil investigasi.
Nizwan juga mengimbau semua pihak menahan diri dan bersabar, serta tidak bertindak diluar kontrol baik dari mahasiswa maupun dari pihak rektorat. Biarkan tim investigasi bekerja secara objektif.
Diterangkan Nizwan, Peraturan Rektor yang dipersoalkan adalah Batasan IPK yang minimal 3,0 untuk pimpinan, sementara bagi anggota minimal 2,75. Batasan ini berangkat dari kenyataan bahwa seorang organisatoris tidak boleh mengabaikan dunia akademiknya dan angka 3,0 bagi seorang ketua ormawa dianggap tengah-tengah antara tertinggi 4,00 dan terendah 2,00.
ADVERTISEMENT
“Kami heran mengapa ini dipersoalkan padahal batasan itu kan tidak terlalu besar, 3,00 itu nilai tengah-tengah, banyak kampus besar juga menetapkan hal seperti itu. Kalau ini dianggap mengkebiri demokrasi, terasa aneh karena sebenarnya kampus memiliki kewajiban untuk mengatur capaian lulusan agar semakin baik” tutur Nizwan.
Hal lain yang dipersoalkan adalah batasan semester yang maksimal semester 7, menurut Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ini bahwa kalau mahasiswa berorganisasi maksimal semester 7, itu saat pendaftaran calon, artinya pembatasannya saat mencalonkan diri, seorang mahasiswa bisa berorganisasi maksimal semester 9.
“Kebijakan ini merespon kondisi bahwa angka masa lulus sarjana di UBB kita masih lama, padahal pengaruh ke akreditasi prodi dan kampus. Ketika dibatasi maksimalnya, mahasiswa akan bisa lulus maksimal semester 10 bagi mereka yang berorganisasi. Ini bukan mengkebiri demokrasi, tapi justru memperhatikan keinginan rata-rata orang tua yang ingin anaknya lulus cepat,” tukas Nizwan.
ADVERTISEMENT