Fenomena Alam Tahunan Indonesia: Bentuk Kemarahan Alam

Arzha Ali Rahmat
Mahasiswa sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang. Asal Wonosobo. Suka menonton film, seorang ilustrator, dan penggiat ular dan reptil.
Konten dari Pengguna
9 Desember 2021 17:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arzha Ali Rahmat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi banjir yang merupakan fenomena alam tahunan di Indonesia. Sumber foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi banjir yang merupakan fenomena alam tahunan di Indonesia. Sumber foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Alam mengacu pada hal yang sangat luas, tapi secara singkat dapat kita simpulkan bahwa alam adalah segala sesuatu yang ada di dunia dan terlihat secara nyata. Alam mencakup lingkungan, ekosistem, hewan, tumbuhan, dan hal-hal lain.
ADVERTISEMENT
Manusia juga hidup di alam dan sangat bergantung dengan alam. Tapi hal ini tidak semena-mena membuat kita peduli dengan alam. Buktinya dapat kita lihat setiap tahun di negeri tercinta ini.
Fenomena-fenomena alam yang selalu datang setiap tahun di Indonesia merupakan ulah manusia entah secara langsung maupun tidak langsung. Banjir, tanah longsor, dan tanah amblas di musim hujan serta kekeringan di musim kemarau.
Banjir terjadi karena kebiasaan membuang sampah sembarangan dan hilangnya daerah resapan air. Tanah longsor terjadi karena penebangan pohon secara berlebihan. Kekeringan terjadi karena deforestasi hutan dan tidak adanya daerah resapan air.
Kegiatan-kegiatan manusia tersebut yang pada akhirnya memicu ‘kemarahan’ alam. Alam memang bukan entitas yang hidup, artinya alam bukan sesuatu yang bisa menyerang secara langsung seperti makhluk hidup. Tapi bukan berarti alam tidak bisa melawan.
ADVERTISEMENT
Fenomena alam seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor merupakan bentuk perlawanan dan kemarahan alam kepada manusia. Alam dan bumi secara keseluruhan bereaksi terhadap kegiatan manusia, jika ada kegiatan negatif dan merusak alam maka alam tidak segan-segan melawan dengan kekejaman.
Sudah berapa orang yang meninggal karena tanah longsor? Berapa rumah tenggelam karena banjir? Berapa mobil hancur karena jalan amblas? Berapa banyak orang yang tidak bisa mandi dan minum karena kekeringan?
Mother nature is beautiful. But if she want she can hurt you.
Manusia bertindak, alam melawan. Maka dapat dikatakan kalau alam dan manusia sedang berkonflik. Konflik yang dari tahun ke tahun tidak pernah selesai.
Hal ini didasari oleh pola pikir masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mental saling menyalahkan.
Sebenarnya masyarakat Indonesia sudah sadar bahwa fenomena-fenomena alam tersebut terjadi karena ulah mereka sendiri, tapi mereka selalu menyalahkan pihak lain.
Pemerintah salah satunya, setiap ada banjir di Jakarta atau yang baru-baru ini Kalimantan pemerintah selalu jadi pihak yang disalahkan. Padahal kebiasaan membuang sampah di sungai dan selokan serta alih fungsi lahan menjadi penyebab utama banjir setiap tahun.
Tidak menghargai alam.
Kemajuan zaman membuat ketergantungan manusia terhadap alam mulai berkurang. Untuk makan dahulu manusia harus berburu di hutan, berbeda dengan sekarang yang cukup dengan membeli makanan di warung.
Kurangnya ketergantungan ini membuat manusia menganggap bahwa alam tidak penting lagi. Akhirnya muncul sikap merusak alam, tidak menghargai alam, eksploitasi alam, bahkan tidak peduli dengan kelestarian alam.
ADVERTISEMENT
Tidak ada kesadaran.
Dengan adanya mental saling menyalahkan dan tidak menghargai alam kesadaran masyarakat tentang pentingnya alam semakin berkurang. Hal ini menjadikan kegiatan perusakan alam selalu terjadi.
Mulai dari membuang limbah ke sungai, penebangan pohon secara berlebihan, pembakaran hutan, sampai pengalihan hutan menjadi daerah industri.
Ketiga hal tersebut didukung dengan adanya perkembangan industri dan pembangunan yang sangat pesat membuat alam marah dan berbalik melawan manusia. Perlawanan-perlawanan hadir dalam bentuk fenomena alam.
Sebagai manusia, apa yang harus kita lakukan?
Jika kita tidak ingin konflik ini terus-terusan berlanjut maka satu-satunya cara adalah dengan mengubah sikap dan pola pikir. Kita harus menganggap alam sebagai sesuatu yang harus dilindungi dan dijaga.
Perubahan sikap dan pola pikir yang nantinya akan menuntun pada perubahan perilaku.
ADVERTISEMENT
Jika kita sudah bisa menghargai dan menempatkan alam sebagai entitas yang harus dilindungi maka kegiatan yang berdampak negatif terhadap alam akan ikut hilang.
Jangan merusak alam, buang sampah pada tempatnya, hentikan penebangan liar, hentikan pembakaran hutan, hentikan eksploitasi alam, hentikan alih lahan hutan menjadi kebun sawit.
Sekarang belum terlambat, kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan alam. Tentunya kita tidak mau gelar Indonesia sebagai paru-paru dunia nanti hanya tinggal kenangan. Kita juga tidak mau banyak korban berjatuhan dikarenakan alam yang terus melawan kita.
Jika kita bersikap baik terhadap alam, menjaga alam, dan selalu melestarikan alam maka alam juga akan baik kepada kita.
Tidak akan ada lagi banjir setiap tahun, kekeringan ekstrem di musim kemarau, atau tanah longsor yang merusak jalan. Bukankah ini yang kita mau?
ADVERTISEMENT
Janji kampanye bebas banjir dari presiden atau wali kota tidak akan pernah terealisasikan jika masyarakat tidak memiliki pola pikir yang baik tentang alam.
Perkembangan zaman dan globalisasi harusnya menyadarkan masyarakat Indonesia untuk selalu menjaga alam. Karena dengan menjaga alam fenomena-fenomena alam tahunan yang merugikan masyarakat juga akan hilang.
Sayangi alam, cintai alam, lestarikan alam, jaga alam, dan hargai alam. Dengan begitu alam akan mengerti dan tidak akan mendatangkan bencana pada kita.
Justru sebaliknya alam akan memberikan kenikmatan kepada kita.
Maka dari itu akhiri konflik ini supaya hidup kita damai, nikmat, dan tentram. Dan supaya anak cucu kita nanti tetap bisa menikmati keindahan dan kenikmatan alam Indonesia yang kaya.