'Hi, Ry!': Cerita Artificial Intelligence

Konten dari Pengguna
1 Juli 2019 21:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ary Mozta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jujur ya, selama ini gue melihat Artificial Intelligence atau AI lebih sebagai gimmick, terutama di Indonesia. Iya, di luar memang banyak penerapan AI yang keren. Teknologinya rutin jadi elemen penting di produk-produk pop culture seperti film dan TV series.
Di China misalnya, AI sudah jadi alat penting untuk pemerintah. Lewat jaringan CCTV yang masif dan input lain--misalnya post di Weibo--pemerintah China sudah bisa meneliti lebih jauh soal warganya. Penerapan seperti ini berujung pada adanya Social Credit System yang sudah berjalan. Masih ingat episode 'Nosedive'-nya serial 'Black Mirror'? Nyaris sama persis seperti itu penerapannya.
Membandingkan Social Credit System di China dengan episode 'Nosedive' di 'Black Mirror' memang bukan kebetulan. Teknologi AI sering banget muncul di film atau serial televisi. Jarvis (dan Friday) di 'Iron Man', versi digital Dr. Will Caster di 'Transcendence', dan Sonny di 'I, Robot' adalah beberapa yang gue ingat banget. Oh, sama HAL 9000 di '2001: A Space Odyssey'; enggak kok, gue enggak setua itu.
ADVERTISEMENT
Apalagi di Indonesia AI identik dengan gimmick bawaan ponsel. Fitur seperti AI selfie dan AI beauty mode jadi lebih dikenal dibanding pemanfaatan AI yang lebih luas. Padahal, AI sudah banyak memengaruhi kehidupan kita--kehidupan gue--sehari-hari.

AI Dalam Genggaman

Perlu memerhatikan dengan baik sebelum akhirnya gue mulai sadar betapa banyak persinggungan gue dengan teknologi AI setiap hari. Ketika Siri di iPhone bisa memeriksa kondisi kemacetan sebelum gue pulang, sebenarnya gue sedang memanfaatkan AI.
Ketika marketplace tempat gue biasa online window shopping bisa dengan akurat ngasih rekomendasi produk-produk yang gue suka, gue juga sedang bersinggungan dengan AI. Sama halnya ketika gue bisa cari item tertentu berdasarkan foto--misalnya lewat Google Lens – gue juga sedang memanfaatkan AI.
ADVERTISEMENT
AI dalam genggaman sudah sering banget memengaruhi hidup kita. Kadang kita saja yang enggak sadar kalau sedang memanfaatkan teknologi ini. Mungkin karena memang artificial intelligence ada untuk bekerja di belakang layar; yang penting kita merasakan manfaatnya, meski enggak selalu lihat bentuknya.
Ilustrasi kecerdasan buatan. Foto: Gerlat/Pixabay

AI Itu Ternyata…

…lebih luas dari yang gue bayangin sebelumnya. Pertanyaan besarnya setiap nonton film dengan bumbu AI sebenarnya: Apa iya AI sudah semaju itu? Dan semakin gue perhatikan, semakin gue ngerasa kalau jawaban dari pertanyaan itu memang iya, sudah.
Yang pertama dan paling depan dalam implementasi vision AI adalah Nodeflux. Lihat deh berita-berita seperti implementasi smart building dan traffic monitoring, selalu ada Nodeflux di sana. Artificial intelligence jadi teknologi yang bikin implementasi-implementasi seperti gini jadi mungkin. Dan memang sudah semaju itu.
ADVERTISEMENT
Traffic monitoring deh yang paling sederhana. Dengan bantuan AI, video dari CCTV di beberapa titik kota bisa diolah jadi data. Data soal lalu lintas tadi kemudian diolah jadi informasi yang berguna, misalnya informasi yang dipakai ketika pemerintah daerah mau melakukan rekayasa lalu lintas.
Ketika ada acara besar seperti Asian Games 2018, AI juga punya andil besar. AI jadi teknologi di balik sistem keamanan selama gelaran Asian Games 2018. Atlet-atlet yang terdaftar otomatis dikenali sama sistem keamanan ketika mereka jalan-jalan di area GBK. Kalau di area yang restricted ada orang yang mukanya enggak dikenali, si AI bisa otomatis kasih notifikasi ke petugas keamanan.
Sederhana sih, tapi bisa jadi sederhana karena teknologinya sudah maju banget. Nodeflux punya banyak pengalaman di bidang AI, dan teknologi yang diterapkan sekarang adalah akumulasi pengalaman mereka melakukan implementasi AI di situasi dan lingkungan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Itu juga yang gue rasakan ketika pertama kali main ke kantor Nodeflux. Di layar langsung ada muka gue, lengkap dengan ucapan selamat datang dan informasi tentang gue sebagai tamu. Kalau harus memilih satu momen paling berkesan selama gue jadi pengguna AI, rasanya momen itu yang akan gue ingat terus.
Di momen itu, tanpa input apa-apa dari gue--enggak pakai pencet-pencet tombol atau sentuh-sentuh di layar--artificial intelligence mengenali gue seperti teman lama dan langsung nyapa, "Hi, Ry!"