“Rezim”, Kesalahannya, dan Tanggung Jawab Kita

Ario Tamat
Failed Musician, Reformed Gadget Freak and Eating Extraordinaire. Previously Wooz.in and Ohdio.FM, now working on karyakarsa.com
Konten dari Pengguna
28 Agustus 2017 12:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ario Tamat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aksi Protes di Australia. (Foto: Wikimedia commons)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Protes di Australia. (Foto: Wikimedia commons)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan — atau malah sudah bertahun-tahun, kita sering mendengarkan keluhan orang soal pemerintah, negara, lembaga, kantor, keluarga, dan lain-lain. Keluhan dari yang sepele sampai yang sistemik. Ya namanya juga manusia, pelakunya mungkin ada salah, yang mencermati atau mengalami juga mungkin ada salah. Keluhan pasti ada. Dan adanya keluhan ini justru berarti ada sesuatu yang bisa diperbaiki, bisa dikembangkan. Keluhan, dalam watak yang dewasa yang mau belajar, adalah kisi-kisi menuju perbaikan.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi masalah adalah, begitu ada keluhan atas kesalahan sedikit, seolah-olah legitimasi yang berbuat salah langsung dipertanyakan. Langsung tidak valid, langsung merupakan “konspirasi”. Keluar tuduhan ini disengaja, dan dengan kesalahan lain, ini sistematis. Air nila setitik benar-benar merusak susu sebelanga.
Lebih parah lagi, ada yang mengulang kesalahan orang lain karena punya pemikiran “orang itu boleh, kok gue nggak”. Memutar balik di tanda dilarang U-Turn karena tidak ada polisi, lalu menyalahkan “soalnya nggak ada yang jaga”. Menyalahkan macet karena “tidak ada petugas”.
Saya lebih senang melihat data. Misalnya, karena beberapa kesalahan kebijakan atau berbagai keanehan lain, masa langsung pemerintah dicap “rezim yang tidak berpihak untuk rakyat kecil”, atau sampai disebut “kediktatoran”? Ya, Perppu Ormas adalah sesuatu yang lebih baik tidak ada, namun saya yakin, kondisi Indonesia masih jauh dari kondisi kediktatoran. Saya pernah mendengar istilah “diktator” ini dikait-kaitkan bahkan dengan kewajiban imunisasi. Atau dengan pemblokiran berbagai situs (yang dengan sendirinya menurut saya salah, sih). Sungguh, kamu tidak paham.
ADVERTISEMENT
Tapi di dalam matematika, sebuah persamaan tidak akan selesai kalau tidak mempertimbangkan semua faktor. Kalo cuma menjumlah angka negatif, ya hasilnya negatif.
Protes soal kebijakan kantor tertentu? Udah dipelajari belum kenapa ada kebijakan itu bisa ada? Belum tentu “kesalahan”.
Apalagi kalau kesalahan personal. Masa iya karena teman kamu lupa membawakan buku, dia berarti akan selalu salah akan segala hal dan semuanya. Kan kita malah jadi jaga ekspektasi aja, dengan teman yang pelupa ya tidak perlu minta dibawakan apa-apa. Bukannya malah mencoret dia dari daftar teman.
Dan percayalah, makin lama, makin tua, nggak perlu coret-coret orang dari daftar teman, nanti entah kenapa berkurang sendiri. Syukur-syukur yang bersisa adalah yang memang paling berarti.
ADVERTISEMENT
Tapi ya, kalau sudah ada kesalahan berkali-kali mengulang atau mengikuti pola yang sama, ya…
Lalu, tanggung jawab dan harga diri kita di mana kalau, misalnya, kita melanggar aturan lalu lintas ketika tidak ada petugas? Kedengkian kita terhadap orang yang berbuat salah pada kita, seperti tidak diterjemahkan pada tanggung jawab kita terhadap orang lain? Aturan lalu lintas itu hal yang sangat sederhana namun jelas, menunjukkan tanggung jawab kita sebagai pengguna jalan bersama. Kalau aturan lalu lintas aja tidak bisa disikapi secara bertanggung jawab, lah gimana yang lain? Mau nyalahin pemerintah juga?
Silakan sebut saya pro-pemerintah. Pro-”rezim Jokowi”. Saya lebih senang disebut pro-akal sehat. Kalau yang suka disebut rezim ini berbuat sesuatu yang menurut saya salah, ya saya protes. Kalau sudah terlihat bahwa ada pola berbagai kesalahan yang jelas, bukan dengan cara cocoklogi, saya pun akan turun ke jalan untuk protes. Tapi sungguh, kita perlu menyikapi segala sesuatu itu dengan akal sehat dan tanggung jawab. Ini bukan negara bebas. Ini negara hukum. Dan kita semua punya andil.
ADVERTISEMENT
Contoh ya jalan raya tadi. Aturan jelas. Tapi tanggung jawab untuk menjaga aturan dan ketertiban itu bukan hanya jatuh pada petugas. Tapi kita semua.