Jalan Kebajikan Jimly Asshiddiqie atas Sengkarut di DKPP

Konten dari Pengguna
8 Agustus 2020 13:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anwar Saragih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jimly Asshiddiqie. (Foto: Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Jimly Asshiddiqie. (Foto: Antara)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tokoh bangsa, Prof. Jimly Asshiddiqie yang masyur namanya karena kontribusinya pada penegakan hukum di Indonesia, akhirnya ikut bersuara atas sengkarut di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) setelah selama ini memilih tidak berkomentar.
ADVERTISEMENT
Entah kenapa, kali ini Prof. Jimly ikut mengomentari lembaga yang pernah dipimpinnya itu.
Pada bacaan saya, ia tidak ingin DKPP menyimpang dari cita-cita awal pembentukannya. Ia malu jika pada akhirnya DKPP sampai salah arah jalan mengambil sebuah keputusan. Ini soal marwah kelembagaan.
Betapa tidak, Prof. Jimly adalah salah satu inisiator dan pelopor lahirnya DKPP sebagai peradilan etik penyelenggara pemilu, tidak hanya untuk Indonesia, bahkan bisa jadi inspirasi bagi dunia. Juga Prof. Jimly adalah ketua DKPP yang pertama.
Konsep DKPP itu otentik milik Indonesia, yang pernah diklaim oleh Prof. Jimly sendiri sebagai peradilan kode etik yang tidak meniru dari negara lain, yang setiap persidangannya dibuka secara transparan.
Lebih lanjut, DKPP menurut Prof.Jimly : " telah menjadi harga diri penyelenggaraan demokrasi di Indonesia".
ADVERTISEMENT
Artinya, DKPP itu adalah salah satu legacy (warisan) berharga, yang salah satu inisatornya adalah seorang maestro hukum di Indonesia bernama Jimly Asshiddique.
Pun ketika penerusnya di DKPP saat ini terus berpolemik di media dan berpotensi merusak kelembagaan ini, Prof.Jimly tentu tidak akan memilih diam.
"Presiden sudah melaksanakan vonis DKPP dengan Keppres menghentikan anggota KPU. Bagi DKPP hal itu sudah selesai, final. Selanjutnya bukan lagi urusan DKPP. Setelah ada putusan PTUN, sudah inkrah, Presiden juga harus menghormati dan tidak ada jalan lain kecuali melaksanakannya dengan menerbitkan Keppres, Karena ini menyangkut status anggota KPU RI" ucap Prof Jimly mengomentari putusan PTUN terhadap Komisioner Evi Novida Ginting.
ADVERTISEMENT
Ucapan Prof. Jimly sangat tegas, bahwa ia menyarankan Presiden Jokowi melaksanakan vonis PTUN atas status Evi Novida Ginting dengan mengangkatnya kembali menjadi anggota KPU RI.
Jika kita ikuti pra-kondisi mengapa sampai seorang Prof. Jimly yang saat ini menjadi anggota DPD dari DKI Jakarta, sampai ikut berkomentar di akun twitter @JimlyAs miliknya terhadap DKPP. Adalah karena anggota DKPP masih riuh berpolemik di media dengan argumen final dan mengikatnya setelah putusan PTUN.
Padahal KPU sudah menjalankan seluruh prosedur untuk laksanakan putusan MK yang putusannya final dan mengikat sebagai lembaga peradilan akhir sengketa pemilu dan tentunya sudah diuji pula di sidang PTUN dengan dimenangkan seluruhnya oleh Evi Novida Ginting sebagai penggugat.
Alasan psikologis ini pula, menurut saya, yang menjadi dasar bagi Prof. Jimly harus turun gunung untuk meluruskan jalan pikiran anggota DKPP. Bahwa negara kita adalah negara berlandaskan hukum, bukan kekuasaan yang bisa disalahgunakan.
ADVERTISEMENT
Prof.Jimly tidak ingin lembaga yang pernah dipimpinnya itu semakin terjerembab ke jurang yang amat dalam karena salah memutuskan perkara, dengan 3 (tiga) pokok alasan dalam analisa saya :
Pertama, DKPP sudah mempermalukan Presiden jokowi karena kalah di PTUN. Kedua, kekalahan di PTUN menambah daftar panjang rapor merah penegakan hukum di era Presiden Jokowi. Ketiga, sebagai seorang negarawan, pakar hukum, inisiator DKPP dan mantan Ketua DKPP, Prof.Jimly hadir dengan alasan moral hukum demi kepastian hukum.
Putusan Prof. Jimly untuk berkomentar soal sengkarut di DKPP sangatlah bijaksana. Ia adalah sosok yang terkenal independen dan berintegritas. Bahasanya sungguh seperti oase di gurun pasir yang menyejukkan jiwa dan roh hukum untuk perbaikan penyelanggaraan pemilu di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ia sangat sayang kepada DKPP. Hingga secara eksplisit, ia seolah menegur keras DKPP itu sendiri. Tentu saja, ke depannya, kita berharap Prof. Jimly tidak akan diam. Kita, utamanya para akademisi dan penggiat pemilu harus terus mendukung Prof.Jimly berbuat sesuatu demi perbaikan di DKPP.
Mungkin melalui RUU Pemilu yang baru atau ikut memberi masukan sebagai seorang negarawan dalam upaya Judicial Riview (hak uji materi) terhadap peraturan perundang-undangan terkait tugas dan kewenangan DKPP.
Karena pada mulanya DKPP adalah kebanggaan bagi Prof.Jimly, dan selanjutnya Prof. Jimly pula yang merasa harus meluruskan benang kusut di DKPP. Kita bangga memiliki seorang Prof.Jimly dalam kepeduliannya terhadap tegaknya hukum.
Ini soal kewibawaan penyelenggaraan pemilu dan proses demokrasi di Indonesia. Prof. Jimly memilih tidak diam dengan terus berpegang pada putusan hukum. Ia teruji dan berintegritas.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kita berharap pemerintah dan DPR, mengevaluasi anggota DKPP saat ini. Perombakan dan pergantian DKPP sekarang dengan anggota DKPP yang baru tentu bisa menjadi pertimbangan bagi Presiden Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Tujuannya tentu saja, menyegarkan kembali wajah di DKPP, agar putusan yang dilahirkan lebih arif dan bijaksana.
Karena terlalu naif, bila Presiden dan DPR tidak mengevaluasi anggota DKPP sekarang karena sejatinya lembaga peradilan etik harus memahami etika.
Ini demi kepentingan rakyat Indonesia yang menginginkan penyelenggaraan dan pengawasan pemilu yang lebih berintegritas dan berkualitas.
Harus digaris bawahi pula, anggota DKPP yang salah mengambil keputusan kemarin mendapat fasilitas, gaji, kehormatan dan kemuliaannya atas jabatannya di lembaga peradilan etik DKPP. Ini jelas mencoreng tanggung jawab dan jabatan yang diberikan pada mereka yang seluruh uangnya berasal dari rakyat.
ADVERTISEMENT
Alasannya sederhana: seluruh anggota DKPP tidak boleh mengambil kemuliaannya tanpa tidak mengambil pula risiko tugasnya sebagai bagian dari peradilan etik yang mendapat fasilitas dari uang rakyat. Pun mereka harus siap pula atas semua konsekuensi terhadap kesalahan putusan yang pernah diambil hingga sampai kalah di PTUN.
Karena sejatinya, ini konsep dasar secara sederhana dalam memahami filosofi etika, yang landasannya adalah moral dan kebijaksanaan dalam memutuskan sebuah perkara.
Rakyat menunggu. Rakyat menantikan peradilan etik dengan anggota DKPP baru yang lebih profesional dan bermartabat.