Tim Mediator Damai ke Aceh, Wali Lapor Butir MoU Helsinki yang Belum Terwujud

Konten Media Partner
19 September 2022 22:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim mediator damai antara GAM-RI, Crisis Management Initiative (CMI)-Martti Ahtisaari Peace Foundation, mengunjungi Aceh dan menemui sejumlah tokoh, Senin (19/9). Foto: Humas Wali Nanggroe
zoom-in-whitePerbesar
Tim mediator damai antara GAM-RI, Crisis Management Initiative (CMI)-Martti Ahtisaari Peace Foundation, mengunjungi Aceh dan menemui sejumlah tokoh, Senin (19/9). Foto: Humas Wali Nanggroe
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tim mediator damai antara Gerakan Aceh Merdeka dan Republik Indonesia, Crisis Management Initiative (CMI)-Martti Ahtisaari Peace Foundation, mengunjungi Aceh dan menemui sejumlah tokoh, Senin (19/9). Dalam kesempatan itu, Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al-Haythar melaporkan butir-butir Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang belum terwujud.
ADVERTISEMENT
Tim CMI terdiri atas Penasihat Senior Jaakko Oksanen, Kepala Program di ASEAN Okasari Eronen, dan Kepala Komunikasi Antti Ammala. Kunjungan ini guna memantau perkembangan damai Aceh yang kini telah berjalan 17 tahun.
Mereka tiba di Aceh pada Ahad kemarin. “Pada hari ini CMI bersama Wali Nanggroe mengadakan pertemuan khusus membahas persoalan-persoalan terkait Aceh,” kata M Nasir Syamaun, Kepala Bagian Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Wali Nanggroe, Senin sore.
Tim mediator damai antara GAM-RI, Crisis Management Initiative (CMI)-Martti Ahtisaari Peace Foundation, bersama Wali Nanggroe Teungku Malik Mahmud Al-Haythar mengadakan pertemuan khusus membahas persoalan-persoalan terkait Aceh. Foto: Humas Wali Nanggroe
Persamuhan yang digelar di Meuligoe Wali Nanggroe, Aceh Besar, itu turut dihadiri Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Ahmad Haydar dan Asisten Intelijen Komando Daerah Militer Iskandar Muda Aceh Kolonel Infanteri Fahmi Dalimunte.
Teungku Malik Mahmud melaporkan butir-butir MoU Helsinki yang sejauh ini belum terpenuhi kepada tim CMI. Malik yang waktu itu jadi wakil GAM mengatakan CMI saban tahun bertanya ihwal butir kesepakatan yang diteken 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, itu.
ADVERTISEMENT
Mantan Perdana Menteri GAM itu beranggapan tim CMI yang bertanya tentang kesepakatan pengakhiran konflik bersenjata hampir tiga dekade di Aceh sejak 1976 itu menandakan bahwa mereka masih bertanggung jawab. “Kita sudah laporkan semuanya kepada mereka, sekarang terpulang kepada mereka. Mereka ingin tahu juga, apa-apa saja yang belum diselesaikan,” ujarnya.
Wali menekankan bahwa perdamaian yang telah diraih dan perkembangannya kini adalah kepentingan orang Aceh. Karenanya, ia mengajak seluruh pihak merawat dan mempertahankannya. “Walaupun kadang-kadang ada juga pihak-pihak tertentu yang ingin mengganggu, tapi sampai hari ini kita dapat menghadapinya,” kata Teungku Malik.
Jaakko Oksanen mengatakan tindak lanjut damai GAM dan Republik Indonesia yang ditengahi pendiri CMI sekaligus bekas Presiden Finlandia Martti Ahtisaari harus dilakukan bersama-sama oleh pihak di Aceh dan Jakarta.
ADVERTISEMENT
CMI juga menyorot butir-butir MoU Helsinki yang belum terwujud. “Kami menemukan bahwa ada beberapa kasus belum terpenuhi dengan baik. Itu merupakan proses panjang untuk perdamaian, sedikit demi sedikit langkah demi langkah, dan akan timbul banyak hal positif. Dan itu adalah hal yang baik,” katanya.
Jaakko dalam pertemuan itu turut bertanya tentang situasi keamanan, sosial, pembangunan, dan ekonomi Aceh. Jaakko pernah jadi Ketua Aceh Monitoring Mission (AMM), tim pemantau perdamaian Aceh. Tahun 2007, ia menerima Bintang Jasa Utama Pemerintah Indonesia dari Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto.
Perdamaian Aceh, menurut CMI, jadi model terbaik dalam mengakhiri konflik bersenjata di sejumlah negara. Metode ini misalnya bakal digunakan untuk menyelesaikan konflik di Myanmar yang kini sedang diupayakan.
ADVERTISEMENT