Media Digital dan Problematika Sampah Visual

Moh Ali fais
S2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jawa Timur. tempat tinggal di kota surabaya
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2023 11:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moh Ali fais tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kampanye merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan, terlebih menjelang pemilihan presiden pada tahun 2024. Pemilihan presiden dan kampanye merupakan dua hal yang tidak dapat dilepaskan dan saling melengkapi satu sama lain. Bagai fungsi roda di sebuah kendaraan, apabila satu roda hilang atau tidak sama ukurannya dengan ban yang lain maka kendaraan tersebut tidak dapat bergerak ke arah tujuannya dengan mudah. Begitu pula fungsi kampanye dalam pemilihan umum, bila tidak sesuai maka tujuan untuk terpilih dalam pemilihan umum tidak akan tercapai. Kampanye sendiri merupakan sebuah usaha untuk mencari dukungan atau simpati khalayak umum yang dapat dilakukan oleh kelompok maupun perorangan dan berbentuk doktrin.
Sosial media telah banyak merubah strategi dan taktik dalam mendulang suara dalam ajang pemilu di Indonesia. Dapat dikatakan, sosial media sudah menjadi instrumen yang ampuh bagi para pelaku politik dalam melakukan proses kampanye politik. Pelaku politik mampu mengumpulkan dukungan, menarik simpati masyarakat, membentuk opini, dan membentuk komunikasi politik multi-arah dengan masyarakat melalui media social Facebook, Instagram, LinkedIn, Twitter, TikTok, dan Telegram. Kampanye digital merupakan salah satu kegiatan menyampaikan ide / gagasan atau suatu pesan tertentu melalui media digital dalam rangka mewujudkan suatu tujuan dalam kurun waktu tertentu. Kampanye digital menjadi salah satu cara paling mudah dalam menyampaikan pesan kepada khalayak mengingat semua orang sudah mengenal teknologi dan sudah memiliki sosial media untuk berinteraksi satu sama lain. Kampanye digital dinilai cukup efektif karena dalam proses persebarannya membutuhkan waktu yang sangat singkat dan dengan biaya yang minim. Ide atau informasi yang akan disampaikan akan dengan mudah tersalur melalui media digital karena jangkauannya yang sangat luas dan dapat diakses kapan saja. (Ananto, D., Hartanto, D. D., & Sylvia, M. 2017)
Pemilu serentak 2024, tidak berbeda jauh dengan pelaksanaan Pemilu/Pilkada di tahuntahun sebelumnya. Hal tersebut karena banyaknya poster, banner, baliho, stiker, dan alat peraga kampanye lainnya yang bertujuan untuk menawarkan diri baik pasangan calon presiden dan wakil presiden, seorang calon legislatif, maupun pasangan calon kepala daerah dari berbagai macam partai politik ditambah dengan janji-janji manis dalam tampilan kampanyenya. Iklan politik yang dikemas dalam bentuk verbal maupun visual (alat peraga kampanye) semestinya menjadi media yang artistik, komunikatif, dan persuasif. Namun karena dilakukan dengan cara yang tidak sesuai maka hal itu menjadi sampah-sampah visual yang berakibat merusak keindahan kota dan menghilangkan nilai-nilai seni visual itu sendiri. Ukuran dari alat peraga kampanye setiap calon pun berbeda, mulai dari yang kecil hingga besar, menghiasi tempat-tempat umum seperti perempatan jalan, pusat keramaian, hingga di lampu lalulintas, tiang listrik, bahkan pohon sekalipun tak luput jadi tempat pemasangan alat peraga kampanye.
ADVERTISEMENT
Keberadaan iklan politik Pemilu serentak 2024 dan Pilkada serentak 2024 seharusnya bisa menjadi bagian dekorasi kota yang indah. Namun sayangnya, potensi artistik yang seharusnya muncul dari tata visual iklan politik yang dilakukan baik oleh calon legislatif, calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta partai politik malah dijadikan pertarungan atau perang diksi janji-janji manis hingga aksi menjual diri demi suara masyarakat. Hal tersebut juga menciptakan sampah visual akibat kampanye konvensional. Selain itu, di Indonesia belum adanya kebijakan hukum pidana atau kebijakan hukum yang lebih ketat terkait dengan penanganan dan pengelolaan sampah visual kampanye dalam Pemilu/Pilkada. Berdasarkan hal tersebut, untuk menjaga lingkungan tetap indah dan asri dari sampah visual kampanye, maka diperlukan peraturan yang selaras dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk mengantisipasi para calon anggota legislatif dan eksekutif yang akan berkontestasi terutama didalam kampanye. Selain itu, penggunaan media atau bahan yang ramah lingkungan atau new media perlu dilakukan dengan tujuan untuk merubah gaya kampanye konvensional (penggunaan ketas, MMT/MTMC, dan bahan polimer sintetis) yang menciptakan sampah visual, menjadi kampanye yang ramah lingkungan
ADVERTISEMENT