Akhir Putusan Sengketa Pilpres 2024 oleh Mahkamah Konstitusi

Ahmad Syarifudin
Mahasiswa Hukum Program Doktor Universitas Islam Indonesia (UII), Ketua Pusat Studi Konstitusi dan Kepemiluan Institut Agama Islam Negeri Metro
Konten dari Pengguna
20 April 2024 23:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Syarifudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sumber: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap permohonan sengketa perselisihan hasil Pemilu 2024 akan dibacakan pada 22 April 2024. Tidak hanya para Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang menanti, tetapi juga publik. Pendapat terbelah, mereka yang pro terhadap permohonan yakin MK yang minus Anwar Usman akan mengabulkan. Sementara yang kontra berharap sebaliknya. Artikel ini mencoba menjawab pertanyaan "Apakah Permohonan Sengketa Hasil Pilpres 2024 akan Dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi?"
ADVERTISEMENT

Amar Putusan MK

MK dalam memutuskan permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) berdasarkan PMK No.4 Tahun 2023 dapat "Menyatakan Permohonan tidak dapat diterima", "Menyatakan menolak Permohonan Pemohon", atau "Menyatakan Mengabulkan Permohonan Pemohon".
Jika MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima maka alasannya ialah karena tidak memenuhi Pasal 3 ayat (1), Pasal 5, Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 8 PMK a quo. Dengan kata lain alasannya secara berurutan ialah Kesatu, permohonan tidak diajukan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden; Kedua, objek yang dimohonkan bukan Keputusan KPU tentang penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang: a. mempengaruhi paslon yang berhak mengikuti putaran kedua dan b. terpilihnya pasangan calon; Ketiga, terlambat mengajukan permohonan, dan surat permohonan; Keempat, tidak memenuhi syarat-syarat permohonan.
ADVERTISEMENT
Apabila MK menyatakan "...menolak permohonan pemohon" maka berarti permohonan yang diajukan tidak beralasan menurut hukum. Termasuk di antaranya ialah MK tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa permohonan yang diajukan. Adapun bila MK menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon berarti permohonan yang diajukan beralasan menurut hukum sehingga penetapan terhadap suara presiden dan wakil presiden dibatalkan.

Proyeksi Putusan MK

Perkara yang diperselisihkan di Mahkamah Konstusi merupakan perselisihan hasil. Dengan kata lain yang dipersoalkan ialah hasil dari Pemilu dan bukan merupakan sengketa proses. Sehingga perselisihan yang terjadi ialah antara Peserta Pemilu dalam hal ini calon Presiden dan calon Wakil Presiden Nomor urut 1 dan 2 dengan Komisi Pemilihan Umum yang telah menetapkan hasil perolehan suara.
Hal itu bersesuaian dengan kewenangan MK yang telah diamanahkan Pasal 2C Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk...memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum".
ADVERTISEMENT
Namun bila dicermati terhadap permohonan penyelesaian sengketa hasil Permohonan No. 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan oleh Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 1 dan Permohonan No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 tidak fokus mempersoalkan hasil berupa angka perolehan suara. Melainkan mempersoalkan proses dimana dapat ditemukan dalam dua permohonan tersebut dua dalil yang paling umum yaitu terjadinya abuse of power oleh Joko Widodo, pengerahan aparat, penggunaan bantuan sosial, dan cacatnya pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Harus diakui bahwa sebenarnya hal-hal yang didalilkan itu merupakan merupakan objek penanganan pelanggaran yang secara regulasi dimiliki kewenangannya oleh Bawaslu karena dalam sengketa hasil sebagaimana yang diuraikan sebelumnya pasangan calon melawan KPU. Sementara dalam penanganan pelanggaran menempatkan Joko Widodo sebagai terlapor. Namun sepanjang penelusuran Penulis tidak ada laporan terhadap Joko Widodo di Bawaslu. Demikian halnya terhadap dalil cacatnya pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan objek sengketa proses tidak pernah diajukan penyelesaiannya ke Bawaslu.
ADVERTISEMENT
Bila dicermati, maka terdapat ketidaksesuaian dalam penyelesaian sengketa hasil di MK yang akan segera diputuskan. Pertama, objek yang dipersoalkan di MK adalah ketetapan KPU tentang perolehan suara sementara yang didalilkan merupakan objek penanganan pelanggaran. Kedua, oleh karena objeknya merupakan pelanggaran, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lembaga yang berwenang menyelesaikannya ialah Bawaslu dan bukan MK. Diproyeksikan MK akan menyatakan "...menolak permohonan Pemohon" karena permohonan tidak beralasan menurut hukum.