Polemik Tren Citayam Fashion Week di Ruang Publik

akit afit datul kusna
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
29 Juli 2022 12:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari akit afit datul kusna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Citayam Fashion Week (CFW) merupakan kegiatan memperagakan busana di zebra cross Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat. Peragaan busana dilakukan oleh remaja Citayam, Depok, Bogor dan Bojonggede. CFW sendiri berawal dari wawancara di media sosial Tik Tok dengan beberapa remaja yang sering berkumpul di Sudirman. Style dan fashion yang dianggap mencolok oleh sebagian orang dan berbeda dari penampilan remaja pada umumnya menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan, tak sedikit orang yang terhibur dengan suguhan konten wawancara tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang berpendapat bahwa CFW adalah hal yang positif dan layak mendapatkan apresiasi, dalam hal ini dinilai lebih baik daripada remaja yang tawuran, narkoba dan lain-lain. Sementara itu, sebagian lain berpendapat bahwa CFW hanya menambah kemacetan di Jakarta. Seperti yang telah diketahui, Ibu Kota Jakarta merupakan kota dengan tingkat kemacetan tinggi. Oleh karena itu, jika CFW dilakukan di zebra cross yang mana digunakan pejalan kaki untuk melintas dan dilewati oleh kendaraan umum, yang ada hanya akan memperparah kemacetan di Jakarta.
Lalu, apa yang menjadi perdebatan publik dengan adanya CFW?. Terlepas dari CFW merupakan cara remaja mengekspresikan dirinya tetapi, tempat mengekspresikannya yang kurang tepat. Dalam hal ini, jika dilakukan di jalan tentunya mengganggu lalu lintas umum. Seperti halnya ketika orang yang hendak pulang ke rumah setelah lelah seharian bekerja kemudian saat berada di jalan mendapati lalu lintas yang macet karena digunakan untuk catwalk.
ADVERTISEMENT
Selain itu, banyaknya sampah yang berserakan menjadikan Sudirman menjadi kotor dan terlihat kumuh bahkan mengganggu pemandangan umum. Dengan demikian, euforia CFW ini baik tetapi, hal tersebut tidak membuat para remaja atau siapa pun yang berkumpul di Sudirman sadar akan pentingnya menjaga kebersihan. Meskipun begitu, hal ini salah satu persoalan yang dapat diselesaikan dengan memberikan edukasi agar membuang sampah pada tempatnya atau berupa sanksi tegas bagi siapa saja yang kedapatan melanggar.
Di samping itu, ironinya CFW bagi sebagian remaja di jadikan sebagai ajang untuk memperlihatkan kepribadian menyimpang mereka. Seperti adanya remaja laki-laki yang berpenampilan layaknya perempuan. Beberapa waktu lalu sempat ramai diperbincangkan bahwa banyak ditemukan remaja laki-laki di CFW yang berpenampilan seperti perempuan. Mereka bahkan tidak segan menunjukkan sikap “kemayu” di hadapan kamera ketika di wawancara oleh salah satu konten kreator.
ADVERTISEMENT
Negara ini tidak melegalkan adanya LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) karena bertentangan dengan Pancasila dan Agama. Jadi, jika hal tersebut dibiarkan tanpa adanya tindakan pengendalian dari orang tua dan Dinas Sosial maka CFW menjadi sarang kaum LGBT atau bahkan bibit-bibit LGBT menjadi berkembang luas di Indonesia. Mengingat, masa remaja adalah masa emas bagi anak muda yang sedang mencari jati dirinya. Oleh karena itu, jangan sampai masa emasnya menjadi buruk karena sikap menyimpang yang telah dilakukan. Negara Indonesia menerima perbedaan bukan penyimpangan.
Namun, terlepas dari pro dan kontra dengan adanya CFW para pedagang menjadi terbantu karena ramainya orang yang berkunjung ke Sudirman. Pandemi COVID-19 yang melanda negara di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia menyebabkan perekonomian menjadi lumpuh. Saat ini, Indonesia sedang beralih dari masa pandemi ke endemi, tentunya dengan adanya CFW akan membantu perekonomian para pedangang.
ADVERTISEMENT