Marketplace Pemilu 2024: Fenomena Transfer Caleg

Akhlis Nastainul Firdaus
Aktivis Mahasiswa Peneliti Surabaya Academia Forum (SAF) Universitas Muhammadiyah Surabaya
Konten dari Pengguna
3 September 2023 19:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akhlis Nastainul Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi gambar (Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi gambar (Shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Makna kalimat dari Oscar Ameringer di atas, menurut penulis terasa pas untuk membuka tulisan ini terkait masalah pemilu. Pasca hiruk-pikuk pemilu serentak 2019 yang berlangsung di seluruh wilayah, masyarakat Indonesia akan kembali diramaikan oleh pertarungan politik di 2024.
ADVERTISEMENT
Terang saja, 17 Juli 2023 yang lalu merupakan batas akhir (deadline) pengajuan daftar calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta DPD RI.
Banyak berita yang lalu-lalang, mulai dari ketua umum parpol yang nyalonnya sebagai senator DPD, menteri kabinet kerja yang masih mau nyaleg DPR, tidak majunya beberapa anggota dewan petahana (incumbent) hingga yang terheboh adalah fenomena transfer caleg dari partai ke partai.
Tahun 2024 akan menjadi tahun politik besar di Indonesia. Tahun itu, pemilu dan pilkada akan berlangsung serentak. Pemilu akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 untuk memilih presiden dan wakil presiden, diikuti pemilihan anggota DPR, DPD RI, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Fenomena pindahnya kader dari satu partai politik satu ke partai politik lain pada saat pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) memang bukan hal yang baru dalam dunia politik Indonesia. Ini adalah fenomena yang sering terjadi di setiap pemilu.
ADVERTISEMENT
Beberapa faktor yang biasanya melatarbelakangi fenomena ini antara lain sebagai berikut.

1. Kalkulasi Elektoral

Para kader sering kali pindah partai karena mereka menganggap partai yang baru akan memberikan mereka peluang lebih baik untuk terpilih sebagai anggota legislatif. Mereka mungkin berpikir bahwa partai yang baru memiliki basis pemilih yang lebih kuat atau popularitas yang lebih tinggi.

2. Perselisihan Internal

Terkadang, kader pindah partai karena adanya konflik atau perselisihan internal di partai yang lama. Mereka mungkin merasa tidak lagi cocok atau tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari partai mereka yang lama.

3. Perubahan Ideologi atau Kebijakan

Ketika partai mengubah ideologi atau kebijakan utama mereka, beberapa kader mungkin merasa tidak sejalan dengan perubahan tersebut dan memutuskan untuk pindah ke partai yang lebih sesuai dengan pandangan mereka.
ADVERTISEMENT

4. Persaingan Politik

Persaingan politik yang ketat dan ambisi untuk meraih kekuasaan seringkali mendorong kader untuk pindah partai agar mereka dapat memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatkan posisi politik yang diinginkan.
Dalam kasus salah satu bacaleg, dia adalah salah satu contoh dari fenomena tersebut. Pada pemilu 2019, dia mencoba peruntungannya dari salah satu partai namun tidak berhasil terpilih sebagai anggota legislatif.
Pada pemilu 2024, dia memutuskan untuk mencoba lagi dengan bergabung ke partai lainnya. Pemilihan partai tersebut mungkin didasarkan pada pertimbangan elektoral atau alasan lain yang lebih cocok dengan strategi politiknya.
Fenomena pindahnya kader antarpartai adalah bagian dari dinamika politik Indonesia yang terus berlanjut, dan hal ini dapat memengaruhi perjalanan politik dan hasil pemilihan.
ADVERTISEMENT
Namun, juga penting bagi pemilih untuk memahami bahwa pindahnya kader tidak selalu mencerminkan loyalitas yang kuat terhadap ideologi atau program partai, tetapi sering kali dipengaruhi oleh pertimbangan pragmatis untuk mencapai posisi politik yang diinginkan.