Fenomena Gerakan Massa Para Elite Politik

Akhlis Nastainul Firdaus
Aktivis Mahasiswa Peneliti Surabaya Academia Forum (SAF) Universitas Muhammadiyah Surabaya
Konten dari Pengguna
22 Maret 2024 18:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akhlis Nastainul Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar elite politik (Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar elite politik (Shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada masa pascareformasi saat ini, apa yang telah kita dapat dari realitas politik kita? Jawaban yang kita peroleh pastilah beragam, tergantung dari sisi mana kita melihatnya.
ADVERTISEMENT
Bagi 'orang kanan', dengan bangga pasti menyebut bahwa liberalisasi politik saat ini sebagai sebuah prestasi yang membanggakan. Sebaliknya, 'orang kiri' barangkali menyebut bahwa perjuangan reformasi kita telah tersandera oleh pihak korporat menuju demokrasi elitis yang dikuasai oleh sebagian orang saja.
Politik dalam pascareformasi sangat sulit dijelaskan secara riil bagaimana bentuk “wajahnya”. Liberalisasi politik yang telah membuka kebebasan, meminjam istilah Habermas, open circle secara luas adalah sesuatu yang memang tengah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Misalnya, pers yang luar biasa bebas, mempelajari berbagai buku (akhir-akhir ini mulai dilarang) dari buku komunisme sampai Leninisme, atau mengkritik pemerintah lewat media sosial sudah jadi hal yang wajar
Meminjam istilah Benedict Anderson (1983) yang ia gunakan untuk menjelaskan politik Indonesia era Orde Baru, “Old State and New Society”—begitulah kondisi politik di Indonesia. Meski aktor-aktor lama telah banyak berganti, tetapi karakter-karakternya masih tetap sama. Masyarakat kita juga telah berubah karena perkembangan teknologi, namun negara tetap saja menampilkan sosoknya yang elitis.
ADVERTISEMENT
Politik elitis ditandai oleh dominasi elite politik dalam panggung politik Indonesia dan tersisihnya kekuatan populis (terutama mahasiswa) yang dulu menjadi garda terdepan menggulingkan Orde Baru yang otoritarian. Sejak turunnya Soeharto, pergeseran ini telah dimulai, dan bertahan hingga saat ini.
Fenomena gerakan massa elite politik merujuk pada situasi di mana anggota elite politik atau tokoh-tokoh berpengaruh dalam masyarakat turut serta dalam demonstrasi atau protes bersama dengan massa.
Ini bisa menjadi sebuah fenomena menarik karena elite politik biasanya memiliki akses ke kekuatan politik dan sarana untuk menyuarakan kepentingan mereka dalam arena politik konvensional. Namun, ketika mereka bergabung dengan gerakan massa, ini bisa mengubah dinamika politik dengan memberikan dukungan dan legitimasi yang signifikan pada gerakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa alasan mengapa elite politik mungkin memilih untuk bergabung dengan gerakan massa:

Mencoba memperkuat basis dukungan

Bergabung dengan gerakan massa bisa menjadi cara bagi elite politik untuk menunjukkan solidaritas dengan basis dukungan mereka dan memperkuat legitimasi politik mereka di mata massa.

Memanfaatkan momentum politik

Ketika ada gerakan massa yang mendapatkan perhatian besar dari media dan masyarakat, elite politik mungkin ingin memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat agenda politik mereka atau bahkan untuk mencapai tujuan politik tertentu.

Menggambarkan diri sebagai orang biasa

Bergabung dengan gerakan massa bisa menjadi cara bagi elite politik untuk menunjukkan bahwa mereka adalah "orang biasa" yang peduli dengan masalah yang dihadapi oleh rakyat biasa, sehingga memperkuat citra mereka sebagai pemimpin yang terhubung dengan kehidupan sehari-hari.

Mengalihkan perhatian dari isu-isu negatif

Dalam beberapa kasus, elite politik mungkin bergabung dengan gerakan massa sebagai strategi untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu negatif atau kontroversial yang sedang mempengaruhi mereka atau partai politik mereka.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, ada juga risiko dan tantangan yang terkait dengan partisipasi elite politik dalam gerakan massa. Misalnya, ada kemungkinan bahwa partisipasi mereka bisa dianggap sebagai upaya pencitraan semata atau bahkan bisa merusak reputasi mereka jika gerakan tersebut terlibat dalam tindakan yang kontroversial atau kekerasan. Selain itu, tergantung pada dinamika politik yang ada, partisipasi elite politik dalam gerakan massa juga bisa memecah belah atau mempengaruhi dinamika internal dari gerakan tersebut.