Bahasa dan Retorika dalam Komunikasi Politik

Akhlis Nastainul Firdaus
Aktivis Mahasiswa Peneliti Surabaya Academia Forum (SAF) Universitas Muhammadiyah Surabaya
Konten dari Pengguna
7 April 2023 21:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akhlis Nastainul Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gambar (Pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gambar (Pixabay.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sutan Takdir Alisjahbana adalah budayawan, sastrawan, dan ahli tata bahasa Indonesia asal Sumatra Utara. Sultan Takdir Alisjahbana adalah pelopor dan tokoh sastrawan "Pujangga Baru". Ia merupakan orang pertama yang menulis Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia tahun 1936 yang masih digunakan sampai sekarang. Cita-cita terbesar Sutan Takdir Alisjahbana adalah menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di kawasan Asia Tenggara. Namun, keinginannya belum bisa terwujud. Saat itu, ia kecewa dengan perkembangan bahasa Indonesia yang kian menyurut.
ADVERTISEMENT
Berikut kata pengarang layar terkembang dn takputus dirundung malang tersebut:
''tiap-tiap yang dipikir, tiap-tiap yang terbuat, tiap-tiap yang dialami, malahan tiap-tiap yang tertangkap oleh panca indra suatu bangsa dengan sadar akan menjadi kata. Dan, kata-kata yang berpuluh-puluh atau beribu-ribu jumlahnya itu sekali lihat rupanya tampak terpisah-pisah, cerai berai, tetap pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan, sebagai jelmaan yang nyata dari kesatuan kebudayaan bangsa yang empunya bahasa itu''
Bahasa yang digunakan oleh setiap orang bisa menunjukan siapa sosok orang itu, bahasa yang dimiliki oleh golongan atau masyarakat tertentu juga hampir pasti menjadi representasi golongan atau masyarakat itu sendiri dalam pelbagai urusan kehidupan, dalam hal ini bahasa dipadukan dengan retorika yang dimana digunakan dalam perdebatan-perdebatan di ruang sidang pengadilan untuk saling mempengaruhi antar persona, namun kini retorika juga sudah merambah panggung dalam komunikasi politik praktis.
ADVERTISEMENT
ada dua pola mengenai pola komunikasi dalam politik yakni bahasa politik dan juga retorika politik.
Bahasa Politik
Berpolitik bahasa adalah bertata politik. Politisasi bahasa adalah rekayasa menggunakan bahasa, memberlakukan aturan bahasa, dan memaksa pemaknaan bahasa. Bahasa dimaknai sesuai dengan konteks politik penguasa (Alwasilah, 1994). Bahasa politik merupakan bahasa hegemoni
Bahasa politik merupakan bahasa yang dipergunakan para elite politik dan elite birokrasi untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan kekuasaan. Bahasa politik akan bercirikan: 1) terjadinya politisasi makna atas bahasa-bahasa yang dipergunakannya; 2) terjadi penghalusan makna, dalam bentuk eufimisme bahasa yang dalam terminologi Mochtar Lubis sebagai sebuah penyempitan makna. Fenomena eufimisme, misalnya, kata serangan bersahabat untuk mengatakan salah sasaran. Mungkinkah antar sahabat saling menyerang? dan 3) terjadinya bentuk-bentuk bahasa propaganda dalam rangka meyakinkan pihak lain, terutama masyarakat.
ADVERTISEMENT
Retorika Politik
Nimmo (1993: 77) menjelaskan bahwa retorika adalah komunikasi dua arah, dalam artian bahwa satu arah atau lebih orang masing-masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi pandangan satu sama lain melalui tindakan timbal balik satu sama lain.
Retorika merupakan penggabungan dari unsur propaganda dan periklanan. Retorika politik adalah suatu proses yang melahirkan terbentuknya masyarakat melalui negosiasi. Retorika juga menggunakan bahasa untuk mengidentifikasi pembicara dan pendengar melalui pidato. Sementara pidato adalah suatu konsep yang sama pentingnya dalam menganalisis retorika sebagai identifikasi atau simbolisme.
Proses yang memungkinkan dibentuknya masyarakat melalui negoisasi bisa disebut juga dengan retorika. Retorika menggunakan suatu bahasa yang baik agar bisa mengidentifikasi pembicara dan pendengar lewat pidato yang disampaikan oleh pembicara. Oleh karena itu untuk menganalisis retorika sebagai identifikasi kita juga memerlukan konmsep berupa pidato. Dalam prosesnya semua orang berdiskusi dengan menyusun makna dari kata dan juga mengekspresikan pandangan mereka dan menciptakan seluruh bidang wacana umum mereka melakukan diskusi. Oleh karena itu, kita dapat menciptakan masyarakat melalui retorika politik dan negoisasi terus-menerus mengenai makna dari situasi tersebut
ADVERTISEMENT
Retorika juga sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara “the art of constructing arguments and speech making”. Dalam perkembangannya, retorika juga mencakup proses untuk menyesuaikan ide dengan orang lain dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan.
Maka dari itu dimanapun komunikasi politik melakukan pembicaraan untuk menyelesaikan perselisihan dengan kata-kata, makna dan harapan. Sehingga dari permainan bahasa ini melahirkan beberapa bentuk pesan politik yaitu: proganda, periklanan dan retorika politik