'L'histoire se Répète': Dari Black Death ke COVID-19

Ahmad Pratomo
Peneliti sejarah, Alumnus S2 Ilmu Sejarah Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
7 April 2020 11:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Pratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
L'histoire se répète, bunyi pepatah Prancis. Yang artinya “sejarah seperti selalu berulang”. Delapan abad yang lalu, dunia pernah mengalami situasi saat ini yang penuh dengan ketakutan, ketidakpastian, dan ketidakstabilan ekonomi, politik, dan sosial. Sebabnya adalah mewabahnya penyakit menular yang kemudian menjadi pandemi global. Jika pada abad 14 yang lalu, pandemi itu dikenal dengan sebutan “Black Death”, saat ini pandemi itu bernama COVID-19. Menariknya, baik Black Death dan COVID-19 bermula dari lokasi yang sama: Provinsi Hubei, China.
ADVERTISEMENT
Pandemi Black Death dan COVID-19 ditenggarai berasal dari lokasi yang sama, yaitu di Provinsi Hubei, diungkap oleh Karl Kruszelnicki, dalam artikelnya yang berjudul Black Death, diterbitkan pada 2007. Berbeda dengan peneliti sejarah pandemi lainnya, Kruszelnicki langsung menetapkan Hubei sebagai tempat awal mula penyebaran pandemi Black Death.
Dilihat dari dampak mematikannya secara global, pandemi Black Death termasuk dalam tiga pandemi terbesar di dunia. Samuel K Cohn Jr. mengurai tiga pandemi terbesar di dunia terdiri dari: pertama, The Plague of Yestinian atau bakteri Yersinia pestis. Muncul pertama kali di Mesir pada tahun 541, dengan cepat menyebar ke Konstantinopel, Suriah, Anatolia, Yunani, Italia, dan Afrika Utara. Kurang dari dua tahun, wabah ini menyebar ke daratan Persia dan Irlandia.
ADVERTISEMENT
Kedua, dikenal dengan sebutan ‘Black Death’. Pandemi ini diketahui membunuh 200 juta penduduk dunia dalam kurun waktu empat tahun. Estimasi lain mengatakan berjumlah 25 – 30 juta penduduk. Ada juga yang mengatakan 50 juta penduduk. Steve Connor dalam artikelnya, The Black Death: Plague that killed millions is able to rise from the dead, menyatakan pandemi ini membunuh 50-100 juta penduduk. Kate Baggaley dalam artikelnya Bubonic Plague was a Serial Visitor in European Middle Ages, memperkirakan sekitar 30 sampai 50 persen populasi penduduk di Eropa lenyap akibat pandemi mematikan ini.
Pandemi terbesar ketiga menurut Samuel K Cohn, terjadi bermula dari Provinsi Yunnan, China, kemudian menyebar ke dunia melalui gerbang pelabuhan di Hong Kong pada 1894. Tersebar melalui perjalanan yang menggunakan kapal uap ke seluruh daerah-daerah pesisir. Pandemi ini berbeda dengan dua pandemi sebelumnya yang hanya tersebar di kawasan kota-kota pesisir. The third pandemics, berlangsung pada 1855-1959 yang mematikan populasi manusia sebanyak 12 juta jiwa.
ADVERTISEMENT
Pendapat lain dikemukakan oleh Nicholas LePan dalam Visualizing the History of Pandemics. LePan mengurai sejarah pandemi global dalam infografis yang menarik. Ia menempatkan pandemi Smallpox yang disebabkan oleh dua varian virus, Variola Mayor dan Variola Minor sebagai pandemi terbesar kedua setelah Black Death dengan jumlah kematian 56 juta manusia.
Masifnya pergerakan manusia dari satu belahan dunia ke belahan dunia lainnya, rupanya berbanding lurus dengan peningkatan sebaran wabah penyakit menular. Semakin banyak manusia yang bersilang antar-benua, semakin sulit pandemi dikendalikan.
Sekilas tentang Black Death
Black Death disebabkan oleh tikus yang kemudian menyebar ke manusia melalui gigitan kutu yang terinfeksi. Pandemi Black Death berasal dari bakteri Yersinia pestis (dikenal dalam pandemi pertama). Bakteri ini menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening. Jika dibiarkan akan semakin memburuk, sehingga peradangan akan terjadi dan akan menimbulkan luka yang lebar kemudian bernanah. Jika bakteri ini menyerang paru-paru, orang tersebut akan menderita pneumonia yang parah. Ini menjadi penyakit menular yang paling mematikan. Gejalanya dapat dilihat dalam waktu 24 jam, seperti demam, kedinginan, sakit kepala, muntah, dan lemas.
ADVERTISEMENT
Selama ini orang masih beranggapan bahwa pandemi Black Death berasal dari daratan Eropa. Namun, penelitian yang dilakukan Karl Kruszelnicki pada 2007 melaporkan Black Death bukan berawal dari daratan Eropa.
Pandemi Black Death bermula di Hubei pada 1334. Dan tampaknya telah menyebar ke Eropa melewati sepanjang jalur perdagangan yang dilalui orang-orang Mongol ke Eropa. Pada titik inilah pandemi Black Death muncul di Eropa pada 1347. Konstantinopel adalah kota pertama di Eropa yang terjangkit. Pandemi itu kemudian menjalar ke Caffa, sebuah kota di Semenanjung Krimea.
Penyebaran pandemi itu juga dilakukan pada saat perang berlangsung. Diduga tentara Mongol menggunakan mayat tentara yang sudah terinfeksi sebagai senjata biologis untuk dilemparkannya ke tembok kota yang sudah dikepung. Penduduk Genoa yang berada di Caffa, dan sudah terinfeksi wabah tersebut, mencoba pergi ke pelabuhan yang berada di selatan.
ADVERTISEMENT
Dengan cepat pandemi itu menyebar ke Venezia pada 1348. Di pelabuhan Venezia, orang-orang yang berusaha lari dari wabah menggunakan, diisolasi untuk membuktikan bahwa mereka tidak terjangkit. Awalnya, para pelaut ditahan di kapal mereka selama 30 hari, yang kemudian dikenal dalam hukum Venezia sebagai trentino. Pejabat Venezia kemudian memutuskan untuk meningkatkan masa isolasi menjadi 40 hari atau yang disebut quarantino.
Istilah quarantino di kemudian hari dimasukkan dalam kosakata bahasa Inggris, quarantine, yang jika ditranlasikan ke dalam bahasa Indonesia adalah karantina yang berarti tempat penampungan yang lokasinya terpencil guna mencegah terjadinya penularan (pengaruh dan sebagainya) penyakit dan sebagainya.
Pada Juni 1348, pandemi telah mencapai Inggris, Prancis, Spanyol, dan Portugal. Pada 1350, pergerakan pandemi ini berhasil ke wilayah Skandinavia. Setahun setelahnya, pandemi berhasil menjangkiti penduduk Rusia. Pada 1349, penyakit mematikan itu dilaporkan sudah menjangkau Makkah dan Mosul. Kemudian, Yaman pada 1351. Pandemi mematikan itu berakhir menghantui kematian dunia pada pertengahan abad 14.
ADVERTISEMENT

Belajar dari Black Death dan COVID-19

Selain menjadi diskursus dalam tema penelitian sejarah kesehatan, dan sejarah epidemiologi, Pandemi Black Death juga menginisiasi penelitian lain di luar tema medis, yaitu dampak sosial yang terjadi: hancurnya struktur sosial masyarakat. Sampai-sampai soal keagamaan pun tidak luput dari dampak yang terjadi. Orang-orang sampai mempertanyakan kepada Gereja Katolik Roma, mengapa takdir ini dapat terjadi dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa? Ini kemudian dianggap sebagai salah satu faktor yang memunculkan era Renaissance di Eropa.
Setelah pandemi "maut hitam" ini mulai berangsur hilang, di Eropa muncul permasalahan baru: ekonomi. Ekonomi menjadi faktor utama munculnya gejolak sosial saat itu. Pekerja-pekerja yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, upah yang tertunda, dan kenaikan harga pokok, serta kelangkaan bahan makanan sehingga menyebabkan krisis pangan di mana-mana pada 1358 dan 1359. Di bidang manufaktur pun juga mengalami nasib yang sama. Dan tampaknya krisis pandemi berlanjut ke krisis ekonomi.
ADVERTISEMENT
Kerusuhan sosial menjadi tidak terhindarkan. Perlawanan terhadap otoritas terjadi di Eropa, khususnya yang dilakukan oleh para petani. Pemberontakan yang terkenal terjadi di Paris pada 1358, Florence, pada 1378, dan London pada 1381. Pemberontakan-pemberontakan ini akhirnya dapat dipadamkan, seiring membaiknya keadaan global.
Dunia hari ini, hampir mirip dengan kondisi yang serupa tapi tak sama pada abad 14 yang lalu. Pandemi dan kekacauan global. Meskipun kekacauan global hari ini belum terlihat secara signifikan seiring meningkatnya kesembuhan pasien yang terinfeksi. Terutama di negeri asal pandemi tersebut, di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Namun, seperti Black Death, pandemi COVID-19 juga memporak-porandakan Eropa. Penyebaran wabah sudah masuk ke jajaran eksekutif pemerintahan. Di Inggris, Pangeran Charles dan Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris terinfeksi virus ini. Di Iran, wakil menteri kesehatan dan penasehat Pemimpin Tertinggi Iran juga terjangkit COVID-19.
ADVERTISEMENT
Social distancing dan physical distancing menjadi kampanye global. Kebijakan lockdown atau karantina wilayah baik parsial maupun total juga dilakukan di beberapa negara, seperti Malaysia, Italia, Spanyol, dan Prancis. Dengan menerapkan kebijakan lockdown, ini akan berdampak pada kondisi perekonomian di negara tersebut. Hitung-hitungan ekonomi harus diperhitungkan matang, jika tidak, krisis ekonomi akan menjadi ancaman baru.
Sebagai upaya penghentian pandemi ini, sudah saatnya seluruh ilmuwan medis dan lintas keilmuan untuk duduk bersama. Vaksin harus segera ditemukan. Kepentingan politik dan ekonomi dari tiap negara juga harus dihilangkan dan sudah saatnya dunia bersatu perang melawan pandemi. Dan yang lebih penting adalah kemampuan leadership dari pemimpin-pemimpin di seluruh dunia, sebelum pandemi ini semakin merusak tatanan struktur sosial seperti yang terjadi 673 tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Pakaian dokter atau tenaga medis untuk mengurus korban pandemi Black Death. Sumber: https://www.nationalgeographic.com/news/2014/1/140129-justinian-plague-black-death-bacteria-bubonic-pandemic/
Referensi
Jurnal
Samuel K Cohn Jr, ‘Epidemiology of the Black Death and Successive Waves of Plague’ dalam Medical History, Volume 52, Issue S27 (Pestilential Complexities: Understanding Medieval Plague) 2008, hlm. 74.
Internet
https://www.abc.net.au/science/articles/2007/09/13/2031252.htm
https://www.history.com/news/pandemics-end-plague-cholera- black-death-smallpox
https://www.ancient.eu/Black_Death
https://www.nationalgeographic.com/science/health-and-human-body/human-diseases/the-plague
https://www.historytoday.com/archive/black-death-greatest-catastrophe-ever
https://www.independent.co.uk/news/science/return-of-the-black-death-plague-that-killed-millions-is-able-to-rise-from-the-dead-9088890.html
https://www.sciencenews.org/article/bubonic-plague-was-serial-visitor-european-middle-ages
https://www.visualcapitalist.com/history-of-pandemics-deadliest/
https://nationalpost.com/news/world/is-the-bubonic-plague-making-a-comeback
https://www.history.com/news/pandemics-end-plague-cholera-black-death-smallpox
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/karantina