Manusia Langit

Ahmad Haetami
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tulisannya Rohani, Kelakuannya Rohalus
Konten dari Pengguna
28 Agustus 2023 5:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Haetami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Goresan kanvas yang di lukis Tuhan, sumber gambar; pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Goresan kanvas yang di lukis Tuhan, sumber gambar; pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Langit masih dalam posisi yang sama selalu menampakkan pandangan yang indah. Pada setiap goresan kanvas yang terukir ia selalu memberi lukisan bagi siapa pun yang menyaksikannya. Karya seni Tuhan yang luar biasa pada hari, bulan, tahun ia tidak pernah berubah. Setiap putaran detik ia tak pernah ingkar dan tetap patuh kepada tuan-Nya.
ADVERTISEMENT
Menjadi saksi mata bagi miliyar manusia yang singgah di alam semesta. Begitu agungnya langit hingga sang penyair ternama itu mengatakan;
"Karena wajah-Nya, matahari menjadi malu, daerah langit terharu biru sekacau kalbu. lantaran cerlangnya, air dan tanah lempung lebih bercahaya dari api menyala. Aku berkata, “Berikan padaku tangga, agar aku dapat naik ke langit pula.” Jawabnya.
“Kepalamu ialah tangga. purukkan kepalamu lebih rendah dari kakimu.
Ilustrasi tari darwis, gambar; pixabay
”Bila kau tempatkan kakimu lebih tinggi dari kepalamu, maka kakimu akan berada di atas kepala bintang-bintang. Bila kau menyibak angkasa, injakkan kakimu di angkasa, nah mulailah. Seratus jalan ke angkasa, langit pun menjadi jelas bagimu. Membubunglah kau di setiap samar fajar ke langit raya, bagai sebuah doa". Tertulis, Maulana Jalaluddin Rumi.
ADVERTISEMENT
Rata-rata setiap kita ingin terlihat keren dan ingin di akui oleh banyak orang. Segala hal tentang kelebihannya akan sangat berarti jika semua orang tahu. Memang manusiawi kalau sifat manusia seperti itu. Merasa kepentingan duniawi sangatlah penting.
Tapi seharusnya bukan seperti itu jalan yang baik untuk dilakukan. Karena sebagian besar hal tersebut tidak begitu berdampak bagi kehidupan.
Itu hanya perilaku seolah-olah. Maksudnya kebanggaan akan pujian tersebut akan membentuk karakter yang palsu sehingga semakin lama dunia ini akan semakin penuh dengan kehampaan.
Langit lagi bagus, gambar; pixabay
Maka tibalah pada apa yang di katakan Rumi, untuk mencapai sebuah kebahagiaan jalan menghadap pencipta tidak bisa dengan besar kepala (sombong), harus dengan jiwa rendah hati, tidak merasa diri paling bisa. Dan untuk bisa mendaki ke puncak-Nya, tangganya ialah sujud sebagai bentuk penghambaan, menandakan bahwa kita butuh sandaran. Dengan begitu akan melangit dengan coba merendah.
ADVERTISEMENT
Bukankah orang bijak mengatakan bahwa, puncak dari pengetahuan adalah merasa diri tidak tahu. Justru ketika yang mengatakan dirinya tidak tahu, sebenarnya ia tahu dengan apa yang di katakannya pada ketidak tahuan dalam dirinya.
Karena dengan tidak tahu itulah kita belajar untuk tahu, semua pengetahuan muncul dari ketidaktahuan. Kalau kita sudah mengetahui semuanya, ya sudah, berarti stuck. Tidak ada lagi yang bisa dipelajari. Artinya dari situ akan lahir pengetahuan baru.