Bukan Sebuah Tujuan

Ahmad Haetami
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tulisannya Rohani, Kelakuannya Rohalus
Konten dari Pengguna
1 Agustus 2023 7:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Haetami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mencari arah, sumber gambar; pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mencari arah, sumber gambar; pixabay
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, menjadi pemimpin bukan perkara yang mudah. Tentu saja karena harus memenuhi beberapa kriteria. Baik itu kriteria mutlak atau tambahan. Syarat mutlak seorang pemimpin dalam Islam adalah muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, dan berkemampuan.
ADVERTISEMENT
Beberapa kriteria tersebut cukup untuk menjaring calon pemimpin unggulan. Dan mengingat seorang pemimpin dalam pandangan Islam adalah manusia yang paling bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya, maka konsekuensi logisnya adalah harus dipilih calon pemimpin yang andal dan kapabel berdasarkan syarat-syarat tersebut di atas.
Memilih pemimpin termasuk menentukan masa depan kita. Sedikit saja kita melakukan kesalahan, maka alamat fatal yang kita terima. Kesalahan kita itu harus dibayar mahal dengan pengorbanan yang mungkin adalah kesia-siaan. Dengan demikian, maka kita harus bijak dalam memilih dan memilah calon pemimpin kita.
Ketika suatu nanti, kelak saat gelar sudah panjang berderai. Saat penelitian kita sudah melahirkan bertumpuk hak cipta. Saat karya-karya kita sudah ada di rak buku setiap orang. Kelak saat sertifikat dan penghargaan kita tidak muat lagi di pajang di ruang tamu.
ADVERTISEMENT
Saat nama kita sudah melambung dan terkenal seantero jagad lalu wajah terpampang di pusat jalan protokol ibu kota, televisi, koran, dan majalah.
Sumber gambar; pixabay
Kelak saat jabatan sudah tinggi. Bahkan mampu memengaruhi kebijakan negeri. Digit rekening sudah panjang. Bahkan mengepalai puluhan anak perusahaan. Lalu perkataan kita di ikuti jutaan orang. Tujuannya tak lain hanya untuk mengenalkan dan membuat orang kembali pada-Nya. Membuat banyak orang semakin tunduk dan taat pada-Nya.
Sama sekali bukan untuk gemerlap dan berkilau nya diri kita sendiri. Juga bukan untuk meraup sebanyak-banyaknya keuntungan yang masuk dalam kantong. Coba kita lihat Nabi Sulaiman, manusia dengan kekuasaan dan kekayaan paling hebat sepanjang masa. Hartanya berlimpah, istananya megah. Prajuritnya tak hanya manusia, tapi jin, angin, laut, tanah, dan hewan.
ilustrasi istana kerajaan; sumber gambar; pixabay
la mampu membuat Ratu Balqis terperangah dengan kemegahan dan kehebatan kerajaannya. Kalau kita pikir untuk tujuannya? Bukan untuk membuat Ratu Balqis takluk di bawah kakinya. Tapi untuk membuat Ratu Balqis tunduk taat pada Allah. Jadi, sehebat apa pun kita nanti, sejatinya kita semua adalah Khadimul Ummah (pelayan umat). Kita yang melayani, membantu, memahami, dan berjuang keras untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang pelayan merupakan tindakan besar yang tidak semua orang mampu melakukannya. Tentunya karena tindakan itu memerlukan penghapusan ego yang menempel di dalam diri kita.
Menjadi seorang pelayan adalah kemuliaan, dan itu yang menyebabkan kita terus bermandikan kebahagiaan. Menjadi seorang pelayan adalah bagaimana kita menerapkan sifat-sifat Tuhan yaitu Rahman (Pengasih) dan Rahim (Penyayang) Nya Allah SWT kepada semua hamba-Nya.