Menilik Pelanggaran Etika Bermasyarakat dalam Kasus Aksi Prank YouTuber Ferdian

Adinda Nurul Yasmin
Mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
25 Desember 2020 6:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Nurul Yasmin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: tandaseru.id/Dimas
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: tandaseru.id/Dimas
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam kehidupan bermasyarakat, etika memiliki peranan yang sangat penting sebagai alat kontrol dan landasan setiap individu dalam berperilaku agar tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku serta menegaskan mana yang benar dan mana yang salah sehingga individu dapat diterima oleh masyarakat. Pada dasarnya, etika ada untuk memudahkan manusia dalam berinteraksi dengan satu sama lain dan dengan penerapan etika yang baik diharapkan individu akan lebih mudah dalam menjalankan keseharian kehidupannya. Serta dengan adanya rasa saling menghargai antar satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat, maka kerukunan, rasa empati, dan rasa gotong royong antar sesama akan tercipta. Namun dalam penerapannya, masih ada saja individu-individu yang melakukan pelanggaran etika bermasyarakat yang kemudian meresahkan masyarakat dan menimbulkan kerugian tidak hanya kepada orang lain tetapi juga bagi dirinya sendiri. Salah satu contoh nyatanya adalah pada kasus prank pemberian sembako berisi sampah ke transpuan yang dilakukan oleh youtuber bernama Ferdian Paleka bersama dua orang temannya.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula dari beredarnya rekaman video yang diunggah ke kanal media sosial YouTube atas nama Ferdian Paleka dengan judul “Prank Kasih Makanan ke Banci CBL” yang menampilkan aksi Ferdian, Tubagus, dan Aidil memberikan paket sembako berisi sampah dengan sasaran para transpuan di area sekitar Jalan Ibrahim Adjie, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung pada Jumat (1/5/2020) dini hari lalu. Pada rekaman tersebut, Ferdian dan teman-temannya memperlihatkan mereka sedang mengambil beberapa barang dari tempat sampah seperti bekas makanan yang sudah busuk dan batu untuk dimasukan ke dalam bingkisan kardus yang sudah disiapkan di dalam mobil. Para pemuda ini kemudian melaksanakan aksinya dengan Aidil bertugas merekam adegan pemberian bingkisan yang dilakukan oleh Ferdian dan Tubagus kepada beberapa transpuan dan anak-anak di pinggir jalan. Tak lama setelah rekaman tersebut diunggah, nama Ferdian Paleka kemudian viral di dunia maya dan akun media sosial miliknya dalam waktu singkat langsung dibanjiri oleh kecaman dan hujatan dari masyarakat atas tindakan tidak terpujinya yang secara luas dinilai melanggar etika bermasyarakat oleh banyak orang. Selain itu, tidak hanya berhasil mencuri perhatian publik Indonesia dan juga disorot oleh berbagai media lokal, kasus ini sampai ditangan media internasional asal Inggris, Mirror, yang mengeluarkan pemberitaan dengan judul “YouTuber arrested after handing out boxes of rubbish disguised as food” yang dipublikasikan pada Senin, 11 Mei 2020.
ADVERTISEMENT
Atas kejadian tersebut, pada Minggu (3/5/2020) malam, beberapa korban mendatangi Polrestabes Bandung untuk melaporkan aksi prank Ferdian dan kedua orang temannya. Pada hari yang sama, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Bandung langsung mendatangi kediaman pelaku di daerah Baleendah, Kabupaten Bandung, namun dengan hasil yang kurang memuaskan dikarenakan Ferdian tidak berada di tempat. Sehari setelahnya, Satreskrim Polrestabes Bandung melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Tubagus Fahddinar sambil terus melakukan pencarian terhadap Ferdian dan Aidil yang melakukan pelarian. Setelah terjadi pengejaran yang cukup alot dikarenakan kedua pemuda ini menjadi buron di tengah penjagaan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang juga bertepatan pada bulan Ramadhan, Ferdian dan Aidil pun berhasil diringkus di KM 19 Tol Jakarta-Merak, Tangerang pada Jumat (8/5/2020) dini hari oleh tim gabungan Resmob Polda Jawa Barat dan Resmob Satreskrim Polrestabes Bandung saat berusaha keluar dari Pelabuhan Merak setelah sempat berhasil melarikan diri ke Ogan Ilir, Palembang untuk kemudian dibawa kembali ke Polrestabes Bandung.
ADVERTISEMENT
Dalam pengakuan Ferdian, aksi prank tersebut dilakukan atas penilaian Ferdian dan teman-temannya bahwa di bulan Ramadhan transpuan tidak seharusnya ada dan juga tidak membenarkan adanya anggapan bahwa video tersebut diunggah dengan tujuan menambah followers dan subscribers pada akun media sosialnya. Namun, hal ini ternyata bertentangan dengan pernyataan pihak kepolisian yang berdasarkan dari keterangan yang diberikan Tubagus, tindakan yang mereka lakukan berlandaskan keisengan semata dan memang dengan tujuan menambah subscribers pada kanal YouTube Ferdian yang telah memiliki hampir 100.000 subscribers sejak dibuat pada tahun 2019. Kapolrestabes Bandung Komisaris Besar Ulung Sampurna Jaya dalam rilisnya juga turut mengungkapkan bahwa para pelaku berkumpul di rumah Ferdian Paleka guna membicarakan terkait konten YouTube milik Ferdian, pada 30 April 2020 dengan ide prank dicetuskan oleh Aidil.
ADVERTISEMENT
Konten prank sendiri sebenarnya sudah mulai banyak bermunculan sejak tahun 2017 lalu di berbagai media sosial, terutama di YouTube dengan banyak pihak pula yang sudah dirugikan oleh para youtuber yang membuat konten seperti ini. Tidak jarang, aksi prank yang dilakukan cenderung melampaui batas dan menjadi suatu kreativitas yang kebablasan dan tidak manusiawi. Banyak dari pembuat konten ini hanya memikirkan keuntungan dan popularitas mereka saja sehingga tidak memikirkan bagaimana perasaan orang lain yang menjadi korban. Hal ini sangat sesuai dengan kasus prank sembako berisi sampah yang dilakukan oleh Ferdian Paleka dan kedua temannya dikarenakan dari keterangan yang diambil oleh Ferdian sendiri, polisi menduga salah satu alasan utama prank tersebut dibuat adalah untuk tujuan menaikkan subscribers.
ADVERTISEMENT
Menurut pengamat sosial dari Universitas Sebelas Maret Surakarta Drajat Tri Kartono, perbuatan prank yang dilakukan oleh Ferdian dan teman-temannya dinilai sebagai black comedy atau guyonan hitam yang dapat muncul dalam situasi yang tidak nyaman dan tertekan untuk meringankan keadaan. Menurut Drajat, fenomena prank tersebut muncul dikarenakan pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk tinggal di rumah sehingga memunculkan kondisi tidak nyaman dan tertekan yang kemudian memunculkan kreasi dan ide yang beragam, baik hal tersebut sesuai dengan norma dan etika maupun tidak, yang turut dialami oleh Ferdian dan teman-temannya, terlebih lagi dengan usia mereka yang masih tergolong remaja. Drajat juga mengatakan bahwa sebenarnya dalam skala yang sangat kecil, black humor masih dapat dimaklumi. Konten-konten berupa prank sepanjang tidak membahayakan keselamatan orang lain, tidak melecehkan, tidak merendahkan martabat seseorang ataupun kelompok, tidak melanggar privasi maupun hak publik, serta tidak bersifat SARA tentu juga masih dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang wajar dan merupakan salah usaha dalam menghibur. Namun, Drajat menegaskan bahwa jika sudah masuk ke ranah ruang publik yang luas dan melibatkan serta merugikan orang lain hingga viral di media sosial, maka tentu saja di dalamnya pasti telah terjadi pelanggaran-pelanggaran etika. Sama halnya seperti sila kedua Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dengan artinya yaitu adanya aturan kehidupan dengan standar tertentu yang harus dipatuhi untuk menghormati kemanusiaan, akan sangat wajar apabila konten prank yang sempat viral tersebut menyinggung banyak orang yang tidak hanya terbatas kepada orang-orang yang terkena prank saja, tetapi juga masyarakat secara luas yang terciderai moralnya oleh perbuatan Ferdian dan teman-temannya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia Firman Kurniawan, konten berisi prank seperti yang dibuat oleh Ferdian merupakan akibat dari hukum permintaan dan produksi dalam dunia hiburan. Audiens yang selalu menuntut konten hiburan baru menyebabkan para pembuat konten harus mengasah kreativitasnya untuk menghasilkan konten yang tidak monoton. Dari pencarian kreativitas ini dan intensnya persaingan produksi dan distribusi informasi melalui media digital yang bergerak dengan sangat cepat, tidak jarang menyebabkan etika dan norma seperti dinomorduakan. Sama seperti yang dikatakan oleh Firman, masih banyak pembuat konten yang tidak paham batas etika sehingga ketika konten yang diproduksinya melewati batas etika tersebut, seringkali mereka tidak sadar. Untuk kasus prank yang dilakukan oleh Ferdian dan teman-temannya, kurangnya pemahaman bahwa penghinaan dan pelecehan kepada kaum transpuan sebenarnya sama saja halnya dengan penghinaan dan pelecehan terhadap kemanusiaan juga ikut berperan, sehingga produksi prank yang melanggar etika bermasyarakat ini masih sempat lolos dan menjadi konsumsi publik.
ADVERTISEMENT
Meskipun dalam konferensi pers yang dilakukan Ferdian meminta maaf kepada transpuan, netizen, serta masyarakat Bandung atas perbuatannya yang meresahkan dan menimbulkan kegaduhan serta mengaku menyesal dan juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, ia dan kedua orang temannya tetap dijerat oleh Pasal 45 Ayat 3 UU ITE tentang penghinaan atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik dan juga dua pasal tambahan yaitu Pasal 36 dan Pasal 51 Ayat 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp12 miliar.
Kesimpulan
Aksi prank yang dilakukan oleh youtuber Ferdian Paleka dimana ia dan teman-temannya memberikan sembako yang berisi sampah kepada transpuan merupakan tindakan yang melanggar nilai etika bermasyarakat. Perbuatan tersebut tidak hanya merendahkan para transpuan, tetapi juga tidak menggambarkan keprihatinan terhadap orang-orang yang perekonomiannya jatuh dikarenakan dampak pandemi Covid-19. Selain melanggar etika bermasyarakat, perbuatan Ferdian dan teman-temannya juga melanggar hukum dari Republik Indonesia yaitu melanggar terhadap Pasal 45 Ayat 3 UU ITE tentang penghinaan atau pencemaran nama baik melalui informasi elektronik dan juga dua pasal tambahan yaitu Pasal 36 dan Pasal 51 Ayat 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp12 miliar.
ADVERTISEMENT
Saran
Setelah meninjau dari kasus Ferdian Paleka ini, para youtuber dan pembuat konten lainnya dalam memproduksi konten sebaiknya harus lebih berhati-hati dan memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar hal-hal seperti ini tidak terulang lagi. Selain itu, para pembuat konten juga selain mengasah kreativitasnya, seharusnya juga memiliki pengetahuan atas etika yang baik sehingga kualitas konten-konten yang dibuatnya dapat terjamin dan tidak merugikan pihak manapun. Sedangkan jika dilihat dari sisi pemerintah, maka dapat dilakukan penegasan kepada para pembuat konten di dunia maya, baik itu di YouTube maupun media sosial lainnya, untuk lebih memperhatikan nilai yang berlaku di masyarakat serta peraturan-peraturan yang ada di Negara Indonesia. Pemerintah juga sebaiknya lebih memperhatikan dan mengawasi konten-konten yang tersebar luas di berbagai macam sosial media untuk melakukan kontrol atas masih banyak konten-konten yang sebenarnya kurang mendidik dan bahkan cenderung dapat membawa dampak negatif kepada masyarakat yang justru menjadi konsumsi publik.
ADVERTISEMENT
Oleh: Adinda Nurul Yasmin, Arief Anggito Abimanyu, Fahri Fahrurozi Ishag, Muhammad Miska Azkia – Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
Referensi:
Buku
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2012. Psikologi Remaja; Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jurnal
Suhartono, Suparlan. 2013. Kesadaran Moral Kehidupan Bermasyarakat: Suatu Pemikiran Kefilsafatan. Jurnal Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar.
Ulya, Himmatul. 2019. Komodifikasi Pekerja pada Youtuber Pemula dan Underrated (Studi Kasus YouTube Indonesia). Jurnal Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro.
Artikel
CNN Indonesia. 2020. Kronologi ‘Prank’ Sembako ke Waria Youtuber Ferdian Paleka. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200508201138-12-501485/kronologi-prank-sembako- ke-waria-youtuber-ferdian-paleka pada 18 Desember 2020.
CNN Indonesia. 2020. Ferdian soal Prank: Biar Waria Tak Berkeliaran di Bulan Suci. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200508164936-12-501398/ferdian-soal-prank-biar-waria- tak-berkeliaran-di-bulan-suci pada 18 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
Fitri, Laila. 2019. Etika Moral Bermasyarakat. Diakses dari https://www.kompasiana.com/lailafitri/5df634e4d541df4265382b12/etika-moral-bermasyarakat pada 19 Desember 2020.
Setiawan, Robertus. 2020. Ferdian Paleka dan pelajaran bagi prank youtuber tak beretika. Diakses dari https://www.alinea.id/gaya-hidup/ferdian-paleka-pelajaran-bagi-prank-youtuber-tak-beretika -b1ZNc9uyj pada 19 Desember 2020.
Amali, Zakki. 2020. Akhir Kasus Ferdian Paleka & Alasan di Balik Pemberian Maaf Korban. Diakses dari https://tirto.id/akhir-kasus-ferdian-paleka-alasan-di-balik-pemberian-maaf-korban-fFkw pada 19 Desember 2020.
CNN Indonesia. 2020. Tuntutan Tambah Subscriber dan Etika di Kasus Prank Yotuber. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200515142241-185-503757/tuntutan-tambah-subscriber- dan-etika-di-kasus-prank-yotuber pada 19 Desember 2020.
Subinarto, Djoko. 2020. Kasus Video Prank Sampah dan Pemahaman Etika. Diakses dari https://ayobandung.com/read/2020/05/04/88137/kasus-video-prank-sampah-dan-pemahaman-etika pada 19 Desember 2020.