Tiga Kemukiman di Pidie Menunggu Penetapan Hutan Adat dari Kementerian LHK

Konten Media Partner
16 Februari 2023 19:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kawasan yang diusulkan sebagai hutan adat oleh Mukim Beungga, Pidie, Aceh. Foto: dok. warga
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan yang diusulkan sebagai hutan adat oleh Mukim Beungga, Pidie, Aceh. Foto: dok. warga
ADVERTISEMENT
Tiga wilayah kemukiman di Kabupaten Pidie, Aceh, yaitu; Mukim Beungga di Kecamatan Tangse, Mukim Paloh dan Mukim Kunyet di Kecamatan Padang Tiji, menanti penetapan hutan adat yang telah diusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Mukim adalah wilayah adat yang terdiri dari 4-8 gampong (desa), dipimpin oleh imum mukim dibantu oleh perangkat adat seperti pawang uteun (panglima adat hutan), keujruen blang (ketua adat persawahan), peutua seuneubok (ketua adat perkebunan), dan ketua adat lain dengan kearifan lokal masing-masing wilayah mukim.
Imum Mukim Paloh, Muhammad Nasir, mengatakan usulan hutan adat telah disepakati bersama oleh semua kepala desa dan perangkat adat yang berada di bawah Pemerintahan Mukim melalui surat pernyataan yang ditandatangani bersama ditujukan kepada Kementerian LHK. Adapun luas hutan adat yang diusulkan di wilayah Mukim Beungga adalah 10.988 hektare, Mukim Paloh (2.921 hektare), dan Mukim Kunyet (4.106 hektare).
“Kami meminta agar penetapan hutan adat di wilayah hukum adat Paloh perlu segera ditetapkan, agar hutan tersebut dapat dikelola bersama-sama oleh masyarakat,” katanya dalam keterangan kepada media, Kamis (16/2/2023).
ADVERTISEMENT
Nasir menuturkan negara telah mengakomodir hak masyarakat adat untuk mengelola hutan, tetapi usulan mereka hingga kini belum juga disetujui. "Kami khawatir nantinya ada pihak lain yang masuk ke hutan dan kami tidak memiliki kewenangan apa pun untuk mengawasi padahal secara historis itu adalah wilayah hutan adat yang diwariskan oleh nenek moyang kami," ujar Nasir.
Negara memberikan hak kelola hutan kepada masyarakat melalui lima skema perhutanan sosial yakni, hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Melalui hutan adat negara memberikan hak kelola hutan sepenuhnya kepada masyarakat adat tanpa batas waktu. Dalam kata lain, hutan adat akan menjadi milik masyarakat adat, yang fungsi hutan sesuai peruntukannya masing-masing hutan.
ADVERTISEMENT
Sementara melalui empat skema lain hak kelola dibatasi waktu maksimal 30 tahun dengan opsi izin dapat diperpanjang sekali.
Imum Mukim Beungga, Ilyas mengatakan mereka memilih mengusulkan hutan adat agar selamanya mereka dapat mengelola dan menjaga hutan. "Kepentingan kami menjaga hutan untuk menjaga sumber mata air. Kalau hutan rusak, krisis air, bagaimana kami bertani," kata Ilyas.
Imum Mukim Beungga, Ilyas
Perjuangan masyarakat hukum adat Mukim Beungga sudah dimulai sejak tahun 2007. Pada saat itu, masyarakat bersepakat agar hutan di wilayah tersebut harus dijaga dan diselamatkan.
Ilyas mengatakan bahwa seluruh kelembagaan adat Mukim dan masyarakat telah berkomitmen menjaga, mengelola, dan melindungi hutan yang diusulkan sebagai hutan adat. Komitmen tersebut terbukti saat ini kawasan yang diusulkan itu tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Ketua Tim Peneliti Hutan Adat, Dr Teuku Muttaqin Mansur mengatakan, pengajuan usulan hutan adat oleh mukim sudah tepat, karena wilayah hutan adat ini dikelola oleh mukim yang merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang struktur pemerintahannya mengoordinasikan desa-desa.
Secara historis mukim memiliki wilayah hutan yang dikelola secara turun temurun. Selain itu di Aceh juga terdapat Lembaga Wali Nanggroe (LWN) yang dapat menyelesaikan sengketa persoalan adat. LWN merupakan lembaga yang diamanatkan untuk membina dan mengawasi lembaga-lembaga adat di Aceh.
Melalui hutan adat mukim semua masyarakat desa memiliki hak untuk mengelola hutan di bawah pengawasan mukim. "Sekali pun ada gampong tidak beririsan dengan hutan, tetapi karena gampong tersebut dalam satu mukim, maka tetap dapat memanfaatkan dan mengelola hutan adat mukim. Praktik ini sudah dilakukan turun temurun," jelas Muttaqin.
ADVERTISEMENT
Hutan yang diusulkan sebagai hutan adat oleh tiga mukim tersebut saat ini statusnya milik negara dengan status hutan lindung dan hutan produksi. Namun, sebagian telah bersalin menjadi wilayah konsesi perusahaan hutan tanaman industri.
Para mukim khawatir suatu saat hutan-hutan di wilayah mukim justru akan menjadi wilayah konsesi perusahaan, sementara warga butuh lahan untuk aktivitas ekonomi. "Pengelolaan hutan adat oleh mukim tidak merusak hutan, justru memperbaiki kondisi hutan," ujar Muttaqin.
Sejauh ini, syarat pengusulan hutan adat telah terpenuhi, mulai dari penetapan peta kawasan, persetujuan bupati, hingga persetujuan semua kepala desa di wilayah mukim. “Tinggal penetapan hak penguasaan hutan saja dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” tutupnya. []