Peneliti dari Unsyiah Aceh Sebut Ganja Berpotensi Obati Virus Corona

Konten Media Partner
20 Maret 2020 12:09 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ladang ganja di Aceh Besar. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ladang ganja di Aceh Besar. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Peneliti ganja asal Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Aceh, Profesor Musri Musman, menyatakan tanaman ganja berpotensi menjadi obat untuk menyembuhkan pasien yang terpapar Virus Corona atau COVID-19. Menurutnya, kandungan minyak dari ekstrak ganja mampu menahan penyebaran virus di dalam tubuh.
ADVERTISEMENT
"Saya berasumsi dengan keyakinan terhadap hasil kajian (pengobatan menggunakan ganja) yang prosedurnya terpenuhi, bisa kita bawa pada kasus corona yang cara masuknya sama seperti penyakit paru-paru," kata Musri kepada acehkini, Jumat (20/3).
Menurut Musri, Virus Corona masuk ke dalam tubuh seseorang melalui saluran paru-paru, yang kemudian menimbulkan penyakit pneumonia atau radang paru-paru.
Prof Musri Musman (baju batik) dalam sebuah diskusi tentang ganja di Aceh, 31/1/2020. Foto: Suparta/acehkini
Hal ini, kata dia, hampir mirip dengan kondisi penyakit paru-paru. Menurutnya, sejumlah penelitian telah menguji penggunaan minyak dari ekstrak ganja atau disebut Cannabidiol (CBD) untuk pengobatan penyakit paru-paru. Selain itu, CBD juga telah diuji untuk mengobati asma dan herpes.
"Selama ini ada yang sudah menggunakannya dalam penyakit paru-paru yang disebabkan karena inveksi virus. Mereka menggunakan CBD yang ada di ganja, itu harus diekstrak dulu kemudian difraksionasikan," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Sementara pada penyakit asma dan herpes, imbuh Musri, kandungan CBD dapat mereduksi penyakit tersebut pada tubuh seseorang, sehingga memberikan kesembuhan.
"Nah, pola bekerja virus (corona) ini seperti analogi kondisi orang yang mengalami asma, herpes, dan penyakit paru-paru," sebut dia.
Musri menjelaskan, penyakit seperti asma, herpes, dan penyakit paru-paru ketika menyerang manusia akan terjadi peradangan paru-paru. Efeknya kemudian terjadi penumpukan dan pemecahan sel-sel yang disebut dengan sitokin. Jika diberi CBD, Musri menyebut itu akan berfungsi sebagai anti-peradangan inflamasi.
"CBD pada penyakit-penyakit itu bisa melakukan anti-inflamasi, kenapa tidak pada kasus corona," sebut dia.
Musri menambahkan, akibat dari inflamasi akan menyebabkan perangsangan antibodi yang berlebihan dan akan menyebabkan kegagalan pada organ-organ khusus pada tubuh seseorang.
ADVERTISEMENT
"CBD yang dicoba pada kasus yang sejenis itu ternyata mampu menghentikan pengeluaran antibodi berlebihan pada sistem imun. Saya analogikan kasus itu sama dengan yang terjadi pada kasus corona," sebut dia.
Menurut Musri, kandungan CBD terdapat pada daun, bunga, dan biji ganja. Tetapi dia menegaskan kandungan CBD hanya didapat jika tanaman ganja diekstrak, bukan dihisap.
Jika ganja dihisap, sebut dia, yang didapat adalah kandungan Tetrahydrocannabinol (THC) yang langsung ke saraf otak dan bekerja seperti psikotropika. Sedangkan CBD, kata Musri, jika dikonsumsi seseorang maka akan memberikan psikoaktif dan tidak menyebabkan halusinasi.
"Mengobatinya tidak dengan menghisap ganja, tadi memberikan ekstrak minyaknya. Kalau salah pengertian nanti salah lagi kami," ujarnya.
Musri berharap Kementerian Kesehatan agar segera menguji penggunaan ekstrak ganja tersebut untuk penyembuhan pasien corona. "Jika diminta untuk menguji, saya siap membantu," pungkasnya.
ADVERTISEMENT