Menelusuri Cambay, Kota Pelabuhan Kuno di India yang Kini 'Mati' (1)

Konten Media Partner
14 September 2019 10:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peradaban di kota pelabuhan kuno India, Cambay, telah dimulai sejak abad ke-7. Di sana tertulis riwayat jalur dagang rempah, pemahat nisan kuno, dan penyebaran Islam ke Nusantara. Kini, kota penghubung dunia barat dan timur di masa lalu itu terlupakan.
Pintu gerbang Kota Cambay, India. Foto: Khiththati/acehkini
Ram Varma, kenalan acehkini di Ahmedabad, India, heran saat kami mengutarakan keinginan untuk berangkat ke Cambay sebagai destinasi selanjutnya. “Apa menariknya di sana? Sehingga kalian jauh-jauh mau berkunjung,” tanyanya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Cambay bukanlah objek wisata yang lazim dikunjungi saat berada di Gujarat, negara bagian di barat India. Kota itu kecil, biasa saja, dan tidak terkenal.
“Kami punya misi, mencatat sejarahnya karena berhubungan dengan negeri kami,” jelas acehkini kepada Ram, saat menjelajah India pada akhir Januari 2019.
Ram mengantar kami hingga ke terminal. Bus penumpang setiap harinya berangkat dari Ahmedabad ke Cambay, selang satu hingga dua jam sekali. Cambay juga bisa didatangi dengan menggunakan kereta api.
Namun, kami memilih naik mobil tua bertiket murah untuk ke Cambay. Tidak ada turis di dalamnya, sebagian penumpang berdiri karena turun dalam jarak dekat.
Penumpang kebanyakan adalah laki-laki paruh baya, mereka ramah. Setelah menempuh perjalanan lebih dari dua jam melewati pedesaan, seorang penumpang memberi tahu kondektur bus untuk berhenti. “Halo, ini tujuan kalian sudah sampai,” katanya kepada kami.
ADVERTISEMENT
Bus berhenti di persimpangan kecil. “Tidak jauh ke sana ada Masjid Jama (Cambay), naik saja auto, semua tahu lokasinya,” lanjutnya.
Masjid Jama Cambay. Foto: Khiththati/acehkini
Kala bus baru saja hilang dari pandangan saat memasuki di belokan, sebuah autorickshaw menghampiri. Ia menawarkan tarif 50 rupee untuk mengantar kami ke masjid.
Jalan yang dilewati tidak besar. Beberapa rumah di pinggirnya tidak begitu terawat. Ada yang dindingnya sudah mengelupas dan cat yang memudar. Rata-rata jendela-jendelanya agak tinggi.
Cambay--atau sekarang lebih dikenal dengan Khambat--adalah kota kecil di tepi laut. Berjarak 3 jam perjalanan atau 100 kilometer dari Ahmedabad, Ibu kota Negara Bagian Gujarat.
Berada di Distrik Anand, tempat ini dulunya adalah kota pelabuhan kuno yang masyhur. Ratusan pelaut singgah di sini. Keramaian perlahan menghilang, kota berubah drastis meninggalkan catatan kejayaan.
ADVERTISEMENT
Kejayaan itulah yang mulai dilirik para peneliti, setelah penemuan kota kuno yang tertimbun laut. Beberapa ekskavasi arkeologi terus dilakukan. Area penggalian ini dikenal dengan nama Gulf of Cambay. Terletak tak jauh dari Masjid Jama.
Kawasan ini dikenal dengan halvasan, sutarfeni, dan patang atau layangan, juga sumber minyak dan gas. Hasil kerajinan kuno harappan masih lestari di sini. Kerajinan dari Ethiopia itu sudah hidup lebih 4.000 tahun dan masih bertahan. Selain itu, kerajinan asah batu cincin akik juga menjadi ekspor besar, terutama jenis batu ruby.
Beberapa sejarawan percaya nama Khambat berasal dari kata Camane. Namun, pelaut James Tod berpendapat nama ini berasal dari Bahasa Sanskerta, Khambavati atau kota pilar.
Belokan terakhir menuju masjid, acehkini berpapasan dengan rombongan pengantin. Mereka menyetel musik keras. Arak-arakan itu berjalan kaki, berpakaian cerah, dan menari. Pengantin laki-laki duduk di atas kuda yang dihias indah.
Perkarangan Masjid Jama Cambay. Foto: Khiththati/acehkini
Di halaman luar pagar masjid, beberapa pemuda duduk berbincang. Tulisan penanda masjid beberapa di antaranya sudah tidak terbaca. Penjaga menyambut ramah. Ia meminta pengunjung untuk melepaskan alas kaki.
ADVERTISEMENT
Dua bersaudara Mohan dan Magar sudah beberapa tahun menjadi penjaga masjid. Mereka membersihkan, menyambut tamu, serta menjaga keamanan. Terkadang juga menjadi muazin.
Masjid ini masih digunakan oleh beberapa warga untuk beribadah. Begitu pula saat pelaksanaan salat Jumat. Seperti namanya, Masjid Jama atau masjid besar yang digunakan untuk pelaksanaan Jumatan.
Seperti umumnya masjid lain di Gujarat, di sini juga terdapat halaman terbuka di bagian tengah, diapit lorong-lorong penuh tiang di kanan kirinya. Ciri bangunannya terbuat dari batu bata pasir kuning dengan aneka jalis di jendela.
Petunjuk waktu salat terdapat di ruang utama, tergantung di tiang tak jauh dari mimbar. Beberapa sajadah dibentang panjang mengikuti ruang yang dibentuk tiang. Beberapa pengeras suara juga ada. Tidak hanya tiang yang berupa batu terukir rumit, lantainya juga terbuat dari susunan batu.
ADVERTISEMENT
Saat kota ditaklukan oleh Alauddin Khalji, Sultan Kerajaan Delhi, pada 1304, wilayah ini sudah puluhan tahun beroperasi sebagai bandar laut sibuk dan terkenal. Masjid Jama dibangun beberapa tahun kemudian, pada 1325.
Makam Al Kazeruni dan istrinya di dalam masjid. Foto: Khiththati/acehkini
Saudagar kota bernama Umar bin Ahmad Al Kazeruni dipilih menjadi arsitek pembangunannya. Dia menyumbang banyak hartanya untuk proses pembangunan. Makamnya berada di sisi selatan lengkap dengan penanda. Ia meninggal tahun 1333.
Mohan dan Magar mengajak berkeliling masjid. Mereka juga memperlihatkan kompleks pemakaman. Mereka menjelaskan keberadaan kuburan-kuburan berukir ini dengan bahasa Inggris terbatas diselangi bahasa Hindi. Awalnya, hanya ada kuburan Al Kazeruni di sini, kemudian ditambah makam istrinya dan beberapa kuburan lagi setelahnya.
Menurut Mohan, beberapa peziarah suka datang dan menabur bunga di kuburan yang ada. Mereka membiarkannya, walaupun beberapa peziarah bukan beragama Islam. “Asal mereka tetap menjaga kebersihan masjid tidak mengapa, untuk apa melarangnya,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Beberapa pengunjung juga mulai datang, mereka berkeliling dan berfoto. Namun tidak semuanya diperbolehkan masuk ke area utama ibadah di masjid. “Ini masih digunakan untuk beribadah, jadi kebersihannya harus dijaga lebih ekstra,” katanya lagi.
Selesai berkeliling masjid, acehkini memutuskan untuk melihat kota kecil ini. “Pusat Kota Khambat sudah dipindah tidak lagi di sini,” kisah Mohan.
Sekarang letaknya agak jauh ke bukit. Kami memutuskan berkeliling sebentar saja, karena harus mengejar bus sore kembali ke Ahmedabad.
Perjalanan makan siang menjadi sedikit rumit karena hanya ada dua restoran yang ditawarkan oleh sopir auto. “Yang ini cocok untuk turis asing,” kata sopir saat menghentikan kendaraannya di sebuah rumah makan tepat di depan jalan raya.
ADVERTISEMENT
Menu yang disediakan adalah kari ayam dengan beberapa rasa yang dapat dimakan dengan roti ataupun nasi.
Ayam kurma dan roti, makanan di salah satu restoran di Kota Cambay. Foto: Khiththati/India
Perjalanan selanjutnya adalah mencari dermaga. Auto membawa kami kembali ke area Masjid Jama. Tak jauh dari belakang masjid, ada laut. Di sana, beberapa penggalian arkeologi sedang berlangsung. Terlihat sebuah patung yang berusaha dikeluarkan dari tanah di kompleks penggalian Gulf of Cambay.
Menurut supir bajaj, laut di sini memang sudah lama surut jauh. Sedangkan, laut lainnya terletak hampir satu jam lebih berkendara. Ada beberapa tempat saat pasang datang, masyarakat kembali melihat kapal-kapal ikan tertambat dan mereka berbelanja.
Menjelang sore, auto berhenti di terminal mencari bus ke Ahmedabad. Kami berlomba dengan penumpang lain berusaha naik bus. Karena ramai, kebanyakan penumpang berdesak dan berdiri hingga ke pintu.
ADVERTISEMENT
Selama hampir tiga perjalanan terpaksa dilewatkan dengan berdiri. Bus sampai di kota Ahmedabad menjelang malam. [bersambung]
Lokasi penggalian sejarah di komplek Gulf of Cambay. Foto: Khiththati/acehkini
Reporter: Khiththati