Guru Besar USK Aceh: Massa Pendemo Rohingya Bukan Benar-benar Mahasiswa

Konten Media Partner
28 Desember 2023 18:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsi Rohingya di Aceh menangis saat diusir paksa sekelompok massa dari gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA) BAnda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya di Aceh menangis saat diusir paksa sekelompok massa dari gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA) BAnda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Aksi sekelompok massa yang mengatasnamakan dirinya sebagai mahasiswa Aceh, mengusir paksa pengungsi Rohingya di Balai Meuseuraya Aceh (BMA) Banda Aceh pada Rabu (27/12) mendapat kecaman dari Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Prof. Humam Hamid yang juga seorang sosiolog.
ADVERTISEMENT
“Saya syok setelah tahu tadi malam. Saya cek ke orang-orang, kata mereka itu anak-anak yang enggak jelas juga di kampusnya, mayoritas bukan orang-orang yang sangat terpelajar di sesamanya. Setelah melihat cara mereka demo, saya berkesimpulan itu bukan Aceh. Itu bukan genuine (asli) mahasiswa Aceh yang benar-benar berdemonstrasi,” katanya Kamis (28/12/2023).
Kata Humam, mereka beraninya sama anak-anak dan perempuan, memperlakukan sekasar itu, menampakkan kemarahannya hingga mengangkut paksa pengungsi Rohingya dan Negara membiarkan yang seperti itu.
“Itu adalah kumpulan orang bodoh, yang diprovokasi oleh orang bodoh juga sehingga tampaknya bukan Aceh. Bahwa orang Aceh marah, benar. Sudah muak melihat pengungsi, benar. Bahwa kita capek, benar. Tapi selama ini terlihat ada sebuah provokasi yang sistematis. Ini bukan kejadian instan, ini ada organizer,” katanya.
ADVERTISEMENT
Humam mengakui pada Rabu malam ditelepon oleh beberapa teman dari luar negeri yang sudah pensiun dari wartawan, ada dari Financial Times, The Wall Street, dan lainnya. Mereka membaca dari komentar yang tidak dipublikasi, ada pembodohan di Aceh, ada pemantik yang dibuat. Mereka bertanya kepada saya apakah negara terlibat? “Saya jawab mungkin.”
Penilaiannya, pimpinan kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota yang ditempatkan Negara di Aceh terlihat seperti tidak berbuat apa-apa. Ada kesan membiarkan karena ini bukan masalah orang lari biasa, ini pengungsi yang mengancam keamanan nasional. Jadi ini skalanya bukan lagi masalah Aceh, tapi nasional.
Dan bukan tidak mungkin ada sebuah operasi khusus untuk meradikal masyarakat Aceh dengan segala cara dihadapkan dengan pengungsi. “Ini tidak sehat sebetulnya. Menunjukkan kepada dunia luar seolah-olah orang Aceh sudah muak, ini bukan orang Aceh, ini negara. Ini bukan masalah Aceh. Ini masalah Negara Republik Indonesia,” katanya.
ADVERTISEMENT
Humam mengakui tidak tahu kebijakan selanjutnya, pilihan untuk pemerintah hanya ada dua, tidak mau terima dengan memperkuat patroli kelautan, hingga meminta angkatan laut untuk menghalau kapal-kapal Rohingya tersebut.
Kalau membiarkan pengungsi masuk, jangan menyuruh polisi untuk menanganinya. Jangan menghadapkan pengungsi Rohingya dengan masyarakat, karena masyarakat Aceh pada awalnya ketika datang satu dua kapal masih sanggup membantu, tetapi ketika datang banyak sekali maka tidak mungkin lagi.
“Saya kira Pak Mahfud (Menko Polhukam) mesti menjawab, negara terlibat enggak dalam provokasi ini mengusir Rohingya? Dia harus memberikan klarifikasi, negara harus segera membuat kesimpulan,” urai Humam.
Prof. Humam Hamid, Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh
Dia berharap, fragmentasi kabinet yang masuk pada tataran Capres/Cawapres Pemilu 2024 tidak menggunakan Aceh sebagai lahannya. “Mudah-mudahan tidaklah,” tutup Humam.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pada Rabu siang kemarin, sebanyak 137 pengungsi Rohingya didatangi sekelompok massa dan dipindahkan secara paksa dari gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA) ke kantor Kemenkumham Aceh. Selanjutnya pada malam hari dipindahkan kembali oleh aparat ke gedung BMA.
Koordinator demonstran T Wariza Arismunandar mengatakan mereka membawa Rohingya ke Kanwil Kemenkumham Aceh karena dinilai sebagai pihak yang seharusnya menjadi garda depan menangani kehadiran Rohingya. “Tapi hari ini mereka hanya diam seolah-olah tidak terjadi apa-apa di Aceh terkait Rohingya,” katanya.
“Kami bawa ke kantor Kemenkumham untuk mendeportasi Rohingya dari Aceh.”
Juru Bicara UNHCR Asia Pasifik Babar Baloch dalam keterangan pers menyatakan keresahannya.“Massa menerobos barisan polisi dan secara paksa memasukkan 137 pengungsi ke dalam dua truk, dan memindahkan mereka ke lokasi lain di Banda Aceh. Peristiwa ini membuat para pengungsi terkejut dan trauma,” kata UNHCR.
ADVERTISEMENT
UNHCR merasa sangat khawatir mengenai keselamatan para pengungsi dan menyerukan kepada aparat penegak hukum setempat untuk mengambil tindakan segera, guna memastikan perlindungan bagi semua individu dan staf kemanusiaan.
Sekelompok mahasiswa mengusri pengungsi Rohingya di gedung BMA Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Menurut UNHCR, serangan terhadap pengungsi bukanlah sebuah tindakan yang terisolasi namun hasil dari kampanye online yang terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi, dan ujaran kebencian terhadap pengungsi.
Menkopolhukam Mahfud MD dalam keterangannya pada Kamis (28/12) mengatakan pihaknya telah mengambil keputusan dan tindakan agar pengungsi Rohingya itu ditempatkan di satu tempat yang aman. “Satu, ditempatkan di gedung PMI, sebagian ditempatkan di gedung Yayasan Aceh," ujar Mahfud menjawab pertanyaan wartawan di Ponpes Al-Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur. []