Menyendiri yang Filosofis: Upaya Memahami Kembali Diri Sendiri

Abil Arqam
Mahasiswa Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta - Nyantri di Ngaji Filsafat MJS
Konten dari Pengguna
21 Februari 2024 20:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abil Arqam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang pemuda yang gerah dengan hiruk pikuk Mekah dan segala kemungkaran di dalamnya, memutuskan untuk minggat sejenak dan menyendiri. Ia pergi ke sebuah gua kecil dan lalu berkhalwat: melakukan meditasi sambil berupaya membangun perhubungan dengan Tuhan. Beberapa purnama berlalu, dan lalu-pada suatu malam yang dingin-sebuah makhluk putih penuh cahaya mendekapnya, menitipkan ayat-ayat dan nubuat.
ADVERTISEMENT
Di sebuah tempat dan waktu yang berlainan, hal yang agaknya sama juga terjadi. Namun, yang ini ceritanya lain. Seorang anak raja suntuk dengan kehidupannya yang dilingkupi kesenangan dan kemewahan. Suatu kali ia memutuskan untuk keluar sejenak dari kerajaannya itu dan sontak melihat berbagai kesengsaraan, kemiskinan, dan kesedihan yang dirasakan orang banyak. Ia terenyak.
Bertahun-tahun ia mengalami konflik batin dan-pada suatu waktu-dengan mantap Sang anak raja itu memutuskan untuk meninggalkan kehidupannya yang mewah. Ia menjalani hidup secara biasa, berguru, bertapa, dan menyendiri. Tujuannya adalah mencari kebahagiaan dan makna kehidupan.
Syahdan, dua tokoh di atas nantinya akan menjadi sosok yang dijunjung oleh lebih dari setengah total populasi manusia di muka bumi ini.
ADVERTISEMENT
Memahami dan Menerima Kesendirian
Terima atau tidak, manusia pada hakikatnya selalu sendiri. Sekalipun dikategorikan sebagai homo socius, kita tidak bisa mengesampingkan fakta bahwa kita merupakan individu yang hidup menyendiri. Kata Osho, salah seorang spiritualis asal India “Kita lahir sendiri dan akan mati sendiri. Di antara dua kenyataan tersebut, kita menciptakan ilusi tentang kebersamaan, yakni semua jenis hubungan, pertemanan, permusuhan, cinta, dan permusuhan.”
Terdengar agak keras, tapi begitulah kenyataan hidup manusia. Bukan dalam maksud untuk menganggap segala bentuk hubungan manusia sebagai suatu ilusi belaka, akan tetapi kita perlu menerima kenyataan tersebut dan mencoba menyikapinya dengan bijak.
Dalam hal ini, kesendirian tidak selalu dapat dipandang negatif. Cerita ringkas dua tokoh di atas ingin menampilkan bagaimana kegerahan dan rasa muak atas kehidupan yang letih mendorong manusia untuk mencari makna dalam kesendirian.
ADVERTISEMENT
Kebersamaan, keramaian, atau apa pun itu memang terlihat mengasyikkan. Akan tetapi, dalam hal itu kita sebenarnya sedang menggantungkan dan mengikat diri dengan orang lain. Hasilnya, kebebasan kita sendiri sedang direnggut karena keterikatan itu.
Dalam kesendirian, kita tidak perlu meminta orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan dan tidak pula dimintai oleh orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan. Kita tidak terikat dan bebas dalam arti tertentu.
Sendiri yang Tidak Sepi
Kata kesendirian (solitude) acapkali dipadankan dengan kata kesepian (Loneliness). Orang-orang kemudian menganggap bahwa yang menyendiri pasti selalu merasa sepi. Padahal, di antara kedua kata ini terdapat perbedaan yang perlu kita pahami agar dapat memosisikannya pada makna yang tepat.
ADVERTISEMENT
Kesendirian adalah upaya melakukan pembatasan hubungan dengan orang lain untuk alasan-alasan tertentu. Ada yang menyendiri karena alasan kesehatan, ekonomi, psikologi, dan lain sebagainya. Jika menggunakan definisi ini, maka kesendirian pada dasarnya adalah pilihan sadar seseorang.
Sedangkan, definisi kesepian-sebagaimana yang dinyatakan oleh Christopher M. Masi- adalah keadaan di mana seseorang merasa bahwa hubungan yang ia jalin dengan orang lain tidak berjalan sesuai apa yang diinginkan. Hubungan yang baik akan dapat memberikan perasaan bahagia pada seseorang. Sedangkan, hubungan yang buruk akan memunculkan berbagai perasaan yang buruk pula, di antaranya adalah rasa kesepian.
Jika merujuk pada definisi yang dituturkan oleh Masi, kesepian adalah dampak dan bukan pilihan sadar seseorang. Dengan kata lain, beberapa orang memang memilih untuk menyendiri, tapi tak ada satu pun orang yang memilih untuk merasa kesepian. Maka tidak heran, bahwa pada saat-saat tertentu kita terkadang merasa kesepian padahal sedang berada dalam keramaian.
ADVERTISEMENT
Kesepian memang adalah perasaan yang negatif. Akan tetapi ia seakan menjadi pertanda dan pemicu bagi manusia untuk membangun hubungan yang lebih berkualitas dengan orang lain. Ketika sedang berada dalam hubungan yang tidak baik, maka rasa sepi muncul untuk memicu kita memperbaiki hubungan tersebut.
Upaya Menyendiri yang Filosofis
Menjelaskan pengertian menyendiri dalam arti sesungguhnya adalah hal yang rumit. Pasalnya setiap orang punya cara menyendirinya masing-masing, baik tempat, cara, maupun medianya. Itulah kenapa dalam konteks kekinian, menyendiri sering disebut sebagai Me Time. Karena yang benar-benar paham makna dan cara menyendiri itu adalah diri sendiri.
Tak ada hal istimewa yang didapatkan dari menyendiri selain bahwa kita dapat secara jujur memahami kembali diri sendiri dan memaknai kebebasan individual masing-masing. Kita juga perlu waktu yang cukup untuk memisahkan diri dari berbagai distraksi sosial yang tak jarang memberikan pengaruh yang tidak baik. Karena, ketika melakukan hubungan sosial kita sedang mengikat diri dengan nilai-nilai di luar diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Sesederhana misalnya orang yang tidak kecanduan merokok, pada akhirnya harus ikut-ikutan merokok karena sedang berada dalam tongkrongan yang berisi para perokok. Atau misalnya orang yang tidak terbiasa meminum minuman keras, karena alasan pertemanan, terpengaruh untuk ikut-ikutan minum.
Tak semua apa yang kita dapatkan dari hubungan sosial adalah yang buruk-buruk saja. Akan tetapi, ruang sendiri perlu ada untuk membuat kita bisa berdialog dengan diri kita sendiri: memaknai ulang apa sebenarnya yang kita inginkan dan tidak inginkan, terlepas dari berbagai intervensi pihak-pihak di luar diri sendiri.
Dalam konteks spiritual kesendirian memungkinkan kita untuk membangun perhubungan yang lebih berkualitas dengan Tuhan. Itulah mengapa kedua tokoh di atas, sebelum menjadi tokoh spiritual yang masyhur, terlebih dahulu menjalani periode kesendirian dalam hidupnya. Hal ini dilakukan untuk menjalin perhubungan dengan tuhan dan memaknai kehidupan secara lebih dalam.
ADVERTISEMENT
...
Satu kutipan dari seorang Filsuf asal Jerman, Arthur Schopenhauer ini dapat kita renungkan