Falsafah Mencintai Diri dengan Sederhana

Abil Arqam
Mahasiswa Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta - Nyantri di Ngaji Filsafat MJS
Konten dari Pengguna
29 Januari 2024 11:04 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abil Arqam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa makna cinta?
Saya tidak tahu, jangan tanya saya. Saya terlalu muda untuk menjawab itu.
ADVERTISEMENT
...
Sumber: Unsplash
Membicarakan cinta adalah salah satu hal yang mudah sekaligus sulit. Mudah, karena siapapun pasti memiliki pengertiannya masing-masing mengenai cinta. Sulit, karena memang pembahasan mengenai cinta adalah perkara interesan sekaligus misterius yang terus dipersoalkan hingga hari ini. Perbincangan mengenai cinta terus berlangsung seakan tak punya ujung.
Menariknya, setiap orang punya penafsiran dan medium tersendiri dalam mengungkapkan pemahamannya atas cinta tersebut. Seorang pelukis akan membahasakan cinta yang ia pahami melalui lukisannya. Begitu pula dengan musisi yang akan menggunakan not dan nada; penyair dengan menyusun kata-kata; orang tua dengan belas kasih kepada anaknya; ahli ibadah dengan menghamba pada tuhannya; dan tentunya, cinta seorang kekasih kepada kekasihnya.
Karena saya masih terlalu buta dan tak tahu apa-apa mengenai cinta, ada baiknya bagi kita untuk sedikit mengulas pandangan salah satu tokoh filsafat cinta era kontemporer Erich Fromm, untuk membahas persoalan paling magis sejagad raya ini.
ADVERTISEMENT
Cinta menurut Erich Fromm
Cinta menurut Fromm sama seperti seni. Seorang seniman sebelum melakukan kegiatannya haruslah memiliki pengetahuan tentang teori-teori dasar mengenai seni yang ia dalami. Musisi misalnya, perlu mempelajari terlebih dahulu teori mengenai not, nada, dan chord serta teknik menggunakan alat-alatnya untuk menghasilkan alunan musik yang elok dan harmonis. Ketidakmampuan dalam menguasai teori dan teknik tersebut akan menciptakan musik yang jelek.
Seperti seni, praktik cinta yang tidak dilandasi oleh pengetahuan akan memunculkan keburukan dan fadihat dalam hubungan cinta itu sendiri. Dalam konteks sekarang, hubungan macam ini sering disebut sebagai Toxic Relationship, hubungan yang sakit. Orang yang memiliki hubungan yang sakit, setidaknya akan menyakiti dirinya sendiri dan juga orang lain yang membersamainya dalam hubungan tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, cinta dalam pandangan Erich Fromm ialah semacam kekuatan aktif yang berada dalam diri setiap manusia. Kekuatan tersebut dapat meruntuhkan tembok tebal yang memisahkan hubungan dan ikatan manusia dengan sesamanya. Cinta yang baik akan dapat menghilangkan perasaan keterpisahan dan keterasingan dalam diri seseorang dengan tetap mempertahankan nilai pribadi dan menjadi dirinya sendiri.
“Cinta berarti mengikatkan diri tanpa jaminan. Memberikan diri sepenuhnya dengan harapan cinta kita akan menghasilkan cinta pada orang yang dicintai. Cinta adalah tindakan iman, dan siapa pun yang memiliki sedikit iman, juga memiliki sedikit cinta.” Ucap Erich Fromm.
Erich Fromm. Sumber: AI
Tentang Kecenderungan Hidup dan Mati
Erich Fromm membagi dua kecenderungan psikologis dalam diri manusia. Dua kecenderungan itu adalah Biofilia dan Nekrofilia.
ADVERTISEMENT
Secara harfiah nekrofilia berarti cinta kematian. Nekrofil tertarik kepada hal-hal yang bersifat kematian seperti mayat, kebusukan, penindasan, dan sekelumit hal-hal buruk lainnya. Orang-orang yang memiliki kecenderungan terhadap nekrofilia akan gandrung terhadap sikap menguasai orang lain, menindas, menyiksa dan menjadikan segala hal yang awalnya organik menjadi anorganik. Nekrofilia memungkinkan seseorang agar dapat menundukkan segala sesuatu dalam kekuasaan yang tunggal.
Di lain sisi, ada biofilia yang berarti cinta kehidupan. Nekrofilia terpikat kepada hal-hal yang bersifat hidup, dalam artian ingin segala hal tumbuh dan berkembang secara total. Seorang yang punya kecenderungan biofil hidup dalam suka cita, produktivitas, membangun dan menghidupi dirinya serta orang-orang di sekelilingnya. “Nurani Biofilus digerakkan oleh ketertarikannya pada kehidupan dan sukacita; usaha moral yang menguatkan sisi cinta-kehidupan dalam dirinya” kata Erich Fromm dalam Perang dalam Diri Manusia.
ADVERTISEMENT
Gampangnya, nekrofilia adalah sifat kesetanan sedangkan biofilia adalah sifat kemalaikatan. kecenderungan ini berjalan bersisian dan siapapun orangnya pasti memiliki dua hal ini. Poin utamanya: sisi mana yang dominan akan menentukan perilaku dan tindak tanduk seseorang.
Orang macam Hitler, Mussolini, dan Bush adalah figur yang mewakili seorang nekrofil. Hasrat mereka akan penindasan, penguasaan, dan penundukan mencerminkan itu. Sedangkan sosok-sosok seperti Gandhi, Mandela, dan Gus Dur yang mengutamakan perdamaian, kesetaraan dan kehidupan adalah penggambaran yang tepat untuk seorang biofil.
Mencintai dan Menghidupi Diri Sendiri
Apa yang perlu kita ambil dari pandangan Erich Fromm di atas ialah soal hubungan cinta kita terhadap diri sendiri, yang saat ini sering disebut oleh kalangan Gen-Z dengan istilah self-love. Sebelum membangun hubungan cinta dengan orang lain, self-love adalah yang utama: sebentuk penerimaan dan rasa kebahagiaan atas diri sendiri apa adanya.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan narsistik yang egois dan cenderung mementingkan diri sendiri, self-love dalam pandangan Fromm adalah upaya membuka selebar-lebarnya kesempatan bagi diri sendiri untuk produktif, hidup, dan berkembang. Dalam proses itu, seseorang yang berupaya mencintai diri sendiri akan menjalani proses perkembangannya dengan sukacita seturut nilai-nilai dan integritas terhadap dirinya. Dengan kata lain ia akan tetap menjadi dirinya sendiri.
Cinta terhadap diri sendiri juga berarti memiliki tanggung jawab atas diri. Menjaga kesehatan, memperluas pengetahuan, melakukan kegiatan yang menghibur diri adalah bentuk self-love, bertanggungjawab atas apa yang dibutuhkan oleh diri.
Jika sedang berada dalam lingkaran pertemanan atau hubungan yang toxic, ada baiknya untuk mulai menjauh dari lingkaran tersebut. Sebab, hal ini dapat memicu dominasi sisi nekrofilia dalam diri manusia untuk kemudian mematikan sisi kehidupan dan perkembangan. Pada kondisi seperti ini pula lah, rasa cinta diri akan perlahan mulai terkikis.
ADVERTISEMENT
...
Cinta umumnya dimaknai sebagai kasih sayang: semacam keterikatan batin yang dapat menggugah perasaan seorang dengan orang lain berupa rasa kebahagiaan. Karena itu, cinta berada pada tataran rasa yang sangat gampang berubah dan begitu sulit untuk diterka. Sebab, hanya diri sendiri lah yang dapat memahami rasa itu secara jujur. Bukan sahabat, teman, apalagi pacar. Untuk itu, sebelum memutuskan untuk mencintai diri orang lain, belajarlah mencintai diri sendiri.