Maysaa Ouza, Hakim Advokat Jenderal di Angkatan Udara AS yang Berhijab

27 Maret 2019 16:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maysaa Ouza, Hakim Advokat Jenderal di Angkatan Udara AS yang Berhijab. Foto: dok. NBC/ YouTube
zoom-in-whitePerbesar
Maysaa Ouza, Hakim Advokat Jenderal di Angkatan Udara AS yang Berhijab. Foto: dok. NBC/ YouTube
ADVERTISEMENT
Satu lagi sosok perempuan dunia yang berhasil mendobrak batas. Ia adalah Kapten Maysaa Ouza, seorang perempuan berhijab pertama yang berhasil menjabat sebagai Korps Hakim Advokat Jenderal di Angkatan Udara milik Amerika Serikat di usia 17 tahun. Pada pekan ini, ia tampil dalam episode terbaru dari program dokumenter Left Field milik stasiun TV NBC.
ADVERTISEMENT
Maysaa adalah putri dari seorang imigran asal Lebanon yang bermigrasi ke Dearborn, Michigan, sebuah daerah yang memiliki masjid terbesar di Amerika Serikat. Sejak lulus dari sekolah hukum pada Mei 2017 lalu, Maysaa sudah tahu bahwa ia ingin mengabdi di angkatan bersenjata. Perempuan berdarah Lebanon ini pun akhirnya mencoba melamar pekerjaan di Air Force Judge Advocate General Corps (JAG) di tahun yang sama.
Sebagai seorang imigran dan seorang Muslim, ada banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh Maysaa saat akan mendaftar ke kemiliteran. Salah satunya adalah ia harus mendapatkan religious accommodation atau sebuah penyesuaian dalam lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan atau pelamar untuk memeluk agama sesuai kepercayaan mereka.
Saat melakukan proses tanda tangan kontrak pelatihan, pihak JAG mengatakan bahwa religious accommodation baru bisa diminta setelah proses pelatihan selesai. Namun sayangnya, pihak JAG tidak bisa menjamin jika Maysaa akan mendapatkan permintaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Melihat hal itu, Heather L. Weaver, pengacara staf senior pada Program Kebebasan Sipil American Union dari Kebebasan Beragama dan Kepercayaan kemudian berusaha membantu Maysaa Ouza dengan menulis di blog milik ACLU pada bulan Mei 2018.
Dalam tulisan tersebut, Weaver mengatakan agar pihak Angkatan Udara melakukan langkah yang sama seperti Angkatan Darat yang dapat menerima calon anggota yang memeluk agama apapun.
Setelah melewati perjuangan yang tidak mudah, akhirnya pihak Angkatan Udara mengubah keputusan mereka dan memperbolehkan Maysaa untuk bergabung dengan JAG Corps dengan akomodasi keagamaan.
Kapten Angkatan Udara, Kapten Rafael D. Lantigua, seorang Muslim yang juga tampil dalam dokumenter bersama Maysaa telah dianggap sebagai penjembatan bagi kaum minoritas yang ingin meraih impian mereka.
ADVERTISEMENT
“Anda harus membuka pintu untuk membuat orang lain mendapat pengalaman untuk menjadi diri kita (Angkatan Udara),” ungkap Kapten Rafael seperti dikutip dari Air Force Times.
Maysaa sendiri tak percaya jika kerja keras dan perjuangannya selama ini akhirnya bisa membuka kesempatan baginya untuk mewujudkan impiannya mengabdi di angkatan.
“Saat pelatihan, saya adalah orang Muslim pertama yang pernah ditemui oleh rekan-rekan saya,” tutur Maysaa dalam film dokumenter tersebut. Ia juga mengatakan bahwa rekan-rekannya di angkatan banyak bertanya seputar bagaimana menjadi seorang Muslim dan tentang hijab yang dikenakan oleh Maysaa.
Ketika Maysaa Ouza dinobatkan sebagai Airman of the Week, rekan-rekannya satu pelatihan dan pelatihnya mendeskripsikan Maysaa sebagai sosok pemimpin sejati yang akan berkontribusi penuh di Angkatan Udara dan apapun yang ingin ia lakukan.
ADVERTISEMENT
“Islam dan Angkatan Udara memiliki banyak kesamaan. Disiplin, sopan, adil, dan berani. Jadi dalam beberapa hal, hijab dan seragam yang saya kenakan ini mewakili hal yang sama,” ungkap Maysaa Ouza dalam cuplikan dokumenter pada program Left Field yang tayang di NBC.
Meski apa yang diraih oleh Maysaa merupakan sebuah prestasi besar dan hal bersejarah, masih banyak masyarakat yang menilai buruk. Ia dianggap sebagai teroris yang mencoba masuk ke militer AS. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Maysaa untuk melanjutkan kariernya di dunia militer.
Menurut Maysaa, selain soal urusan administrasi, ia merasa kesulitan mendapat kesempatan karena masih banyak orang yang memberikan stereotype tertentu terhadap perempuan Muslim.
“Banyak masyarakat berpikir bahwa kita ditindas karena hijab. Karena rupanya penindasan bagi mereka berarti berpakaian serba tertutup. Berhentilah memberikan stereotip terhadap kami, berhentilah memberikan stereotip terhadap perempuan Muslim. Hijab berarti kesopanan, empowerment, kebebasan, dan feminisme,” tutur Maysaa dalam dokumenter tersebut.
ADVERTISEMENT