news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ruhut ke Prabowo soal Lulus Jadi Driver Ojol: Contoh Politik Genderuwo

22 November 2018 8:18 WIB
Ruhut Sitompul di Workshop Jubir Jokowi-Ma'ruf Amin di Posko Cemara, Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2018). (Foto: Rafyq Alkandy/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ruhut Sitompul di Workshop Jubir Jokowi-Ma'ruf Amin di Posko Cemara, Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2018). (Foto: Rafyq Alkandy/kumparan)
ADVERTISEMENT
Saat memberi paparan di acara Indonesia Economic Forum di Hotel Shangri-La, Jakarta Selatan, Rabu (21/11), Prabowo Subianto mengaku sedih dengan beredarnya meme yang menggambarkan masa depan anak bangsa yang hanya menjadi tukang ojek setelah lulus sekolah.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Prabowo tersebut, menurut Influencer TKN Jokowi-Ma'ruf, Ruhut Sitompul, tak lebih dari sekedar menakut-nakuti generasi masa depan bangsa. Menurut Ruhut, politik yang menakut-nakuti itu sama dengan yang pernah disampaikan Jokowi yakni politikus genderuwo.
"Kita mengerti posisi sekarang Pak Prabowo dan Pak Sandi, pasangan ini semakin hari ini semakin tidak jelas visi misi mereka. Jadi tidak ada lagi gagasan, yang ada menakut-nakuti contoh soal ekonomi. Jadi apa yang dikatakan Pak Joko Widodo politisi genderuwo Pak Prabowo juga bisa masuk," ujar Ruhut saat dihubungi, Kamis (22/11).
Ojek Online di Bogor. (Foto: Antara/Arif Firmansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Ojek Online di Bogor. (Foto: Antara/Arif Firmansyah)
Tak hanya itu, Ruhut menilai pernyataan eks Danjen Kopassus tersebut juga merendahkan pekerjaan pengemudi ojek online. Padahal, kata Ruhut, segala pekerjaan maupun profesi seseorang harus dihormati.
ADVERTISEMENT
"Kalau memang mereka (para pengemudi ojek online) mau melakukan itu yang penting dia happy, kan pekerjaan itu senang atau tidak. Begitu juga ada supir taksi, apa salahnya?. Semua lapangan pekrejaan itu harus kita hormati, itulah cara dia makin hari makin terlihat Prabowo itu pasti kalah," jelasnya.
Ruhut juga menganggap Prabowo dan kubunya memang sengaja menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. Akan tetapi di era reformasi, ia yakin masyarakat semakin cerdas dalam menerima informasi.
"Seperti Mba Titiek (Titiek Soeharto) mengatakan uang Rp 50 ribu itu tidak ada artinya, itu kan menjelekkan uang Rp 50 ribu, padahal artinya kan ada. Jadi semua mereka jelekkan. Tapi tidak apa-apa mereka lupa di era reformasi ini rakyat sudah sangat cerdas," pungkasnya.
ADVERTISEMENT