Infografis: Angka Golput dari Era Sukarno ke Jokowi

15 Februari 2017 13:31 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Infografis Golput dalam Pemilu di Indonesia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Golput atau golongan putih pada mulanya adalah gerakan protes yang dipelopori oleh para mahasiswa dan pemuda. Gerakan ini pertama kali dicetuskan pada 3 Juni 1971, sebulan sebelum pemilihan umum pertama di era Orde Baru. Salah satu tokoh yang memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman.
ADVERTISEMENT
Protes tersebut lahir karena praktik politik kala itu dinilai tidak demokratis.
Orde Baru pertama kali menyelenggarakan pemilu pada 5 Juli 1971, setelah tiga tahun tertunda dari jadwal semula, 6 Juli 1968, yang diatur dalam Ketetapan MPRS No. XI Tahun 1966. Penundaan itu dilakukan karena pemerintah Orde Baru selaku penguasa masih butuh waktu lebih untuk mempersiapkan alat-alat politiknya.
Di kemudian hari, pemerintahan Orde Baru menyederhanakan partai politik menjadi tiga, yakni PPP, PDIP, dan Golkar. Saat itu, pemilu adalah untuk memilih partai, bukan individu sebagai calon.
Semua orang saat itu bisa menebak partai mana yang akan menjadi pemenang pemilu: Golkar sebagai partai penguasa.
Gerakan golput pun lahir. Pemilihan warna putih semula sebagai anjuran untuk mencoblos pada bagian putih kertas suara, di luar kotak yang menampilkan logo partai berwarna kuning (Golkar), merah (PDIP), dan hijau (PPP).
ADVERTISEMENT
Pemilu terakhir pada era Orde Baru ialah tahun 1997. Selanjutnya, pasca-Reformasi 1998, pemilu diselenggarakan tahun 1999.
Kesadaran untuk membangun pemilu yang semakin demokratis diwujudkan dalam pemilu langsung, di mana warga tidak hanya memilih partai tapi juga memilih legislator yang mewakili mereka, bahkan presiden dan wakil presiden.
Setelah tiga kali dilaksanakan pemilu legislatif dan presiden secara langsung, Indonesia memasuki era pelaksanaan pilkada serentak mulai 2015.
Meskipun pemilu berlangsung makin demokratis, mulai dari proses hingga calon yang ikut serta, namun tingkat partisipasi warga justru semakin menurun. Hal itu kian nyata tercermin pada Pilkada Serentak 2015.
"Pelayanan publik di Indonesia tidak membaik dalam 4 tahun terakhir. Mungkin ini ada korelasinya dengan pilkada. Apapun yang dilakukan dalam konteks pilkada, apabila tidak memberikan peningkatan kualitas pelayanan publik, maka masyarakat akan menilai pilkada percuma saja," ujar Danang Girindrawardana, Ketua Ombudsman 2011-2016.
ADVERTISEMENT
Golput memang tidak menyalahi aturan. Namun menjadi tanda tanya, apakah keputusan untuk tidak memilih ini sebagai bentuk protes masyarakat, atau justru apatisme terhadap proses politik yang berlangsung?
Berikut angka golput di Indonesia sejak era Orde Lama di bawah Sukarno, hingga kini era Reformasi di bawah Jokowi.
Infografis Golput dalam Pemilu di Indonesia (Foto: Bagus Permadi/kumparan)