news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Dianggap Bohongi Publik, 6 Lembaga Survei Dilaporkan ke Bareskrim

19 Juli 2018 14:04 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Djoko Edhi Abdurahman, Kuasa Hukum Pelapor 6 Lembaga Survei ke Bareskrim (Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Djoko Edhi Abdurahman, Kuasa Hukum Pelapor 6 Lembaga Survei ke Bareskrim (Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan)
ADVERTISEMENT
Enam lembaga survei dilaporkan ke Bareskrim Polri. Mereka dinilai melakukan kebohongan publik dalam rilis survei mereka.
ADVERTISEMENT
Keenam lembaga survei yang dilaporkan adalah LSI Denny Aj, SMRC, Poltracking, Charta Politika, Indo Barometer, dan Indikator Politik. Mereka dilaporkan oleh empat orang, yakni Ahmad Bay Lubis, Hatta Taliwang, Dedy Setyawan, dan Dadang Iswansah. Para pelapor diwakili kuasa hukum mereka Djoko Edhi Abdurrahman.
"Terkait studi elektabilitasnya, itu belum ketahuan sampai quick count. Misalkan angka di siapa, tadi ia ngasih 3,2 persen ke Asyik di quick count-nya 29 persen. Sehingga 29 persen dikurangi 3,2 jadi 25-an persen ngawurnya," ujar Djoko di Kantor Bareskrim, Kamis (19/7).
"Nggak ada margin of error-nya sampai segitu. Sekalipun turun Avangers bantu itu enggak mungkin begitu. Itu adalah kesengajaan yang merupakan tindak kriminal,” imbuh dia.
Djoko mengatakan, ada pelanggaran UU ITE Ayat 28 pasal 1 mengenai adanya kesengajaan menyebarkan berita bohong. Ia menambahkan seharusnya lembaga survei memprediksi elektabilitas dan hasil quick count tidak terlalu jauh.
ADVERTISEMENT
Ia mengambil contoh, dua kasus di Pilgub Jateng dan Jabar. Di Jabar, pasangan Asyik (Sudrajat-Akhmad Syaikhu) hanya mempunyai elektabilitas di bawah 10 persen ternyata berhasil mengambil posisi kedua di Pilgub Jabar.
Begitu pula dengan pasangan Sudirman Said-Ida yang disangka akan kalah telak ternyata dapat meraup suara yang besar.
Meskipun kesalahan prediksi dari lembaga survei terkait elektabilitas sudah sering terjadi, Djoko mengatakan seharusnya perbedaannya tidak terlalu kontras antara survei elektabilitas dan quick count.
“Enggak biasa (perubahan besar), kalaupun turun dia mau pakai (teori) distribusi seperti apa pun enggak bisa. Apalagi kalau puluhan persen. Ambil buku stasistika di situ margin of error paling besar berapa? Itu paling tinggi 7 persen,” ujar Djoko.
ADVERTISEMENT