Catutan si Roy

17 September 2018 9:08 WIB
Lipsus ‘Catutan si Roy’ (Foto: Wisnu Agung Prasetyo/Tempo)
zoom-in-whitePerbesar
Lipsus ‘Catutan si Roy’ (Foto: Wisnu Agung Prasetyo/Tempo)
ADVERTISEMENT
Gatot S. Dewa Broto tak punya waktu lama menikmati sukses gelaran Asian Games 2018.
ADVERTISEMENT
Belum genap dua hari sejak boy band asal Korea Selatan Super Junior goyang dayung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga tersebut harus ‘gas pol’ lagi menyambut hajatan baru yang datang tak diundang: kisruh Kemenpora dengan mantan bos, Roy Suryo.
Mulanya adalah sepucuk surat bertanda tangan Gatot yang bocor ke publik pada 4 September. Dalam surat tersebut, Kemenpora meminta Roy Suryo agar mengembalikan 3.226 barang yang dibelinya semasa menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga periode Januari 2013-Oktober 2014.
Perkara Kemenpora dan Roy Suryo ini bukanlah barang baru. Penagihan serupa terjadi tiap pertengahan tahun, menyusul keluarnya laporan awal audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Kemenpora.
ADVERTISEMENT
Pada audit 2015, 2016, dan 2017, Kemenpora selalu mendapat predikat disclaimer --status terburuk dari BPK untuk laporan keuangan lembaga pemerintah. Selain karena persoalan Hambalang, ketiadaan fisik barang-barang Kemenpora yang dibeli Roy Suryo menjadi salah satu penyebab lain.
Surat permohonan pengembalian barang Kemenpora (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Surat permohonan pengembalian barang Kemenpora (Foto: Istimewa)
Di sisi lain, bocornya surat tagihan Kemenpora kepada Roy Suryo dinilai punya muatan politis. Kejadian ini dinilai menyerang kredibilitas Roy Suryo, yang tahun depan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan Yogyakarta.
Gatot menolak anggapan bahwa penagihan barang-barang Kemenpora ke Roy Suryo ialah manuver politik.
“Motivasi kami dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Kalau kemudian (suratnya) baru muncul sekarang, saya tidak tahu. Yang meng-upload juga bukan saya,” kata Gatot, sambil berkali-kali menekankan, ia ingin masalah selesai tanpa ribut-ribut.
ADVERTISEMENT
Terlambat. Daftar barang yang wajib dikembalikan --dari lensa kamera, spring bed seharga ratusan juta, sampai obeng senilai puluhan ribu rupiah-- sudah tersebar dan jadi senjata netizen merundung Roy Suryo. Bahkan, gara-gara kasus ini, Roy juga diberhentikan dari posisinya sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, setidaknya sampai masalah dengan Kemenpora selesai.
Sesmenpora, Gatot S. Dewa Broto (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sesmenpora, Gatot S. Dewa Broto (Foto: Jafrianto/kumparan)
Mediasi coba dilakukan oleh kedua belah pihak. Pertengahan minggu lalu, Gatot bertemu kuasa hukum Roy Suryo, Tigor Simatupang, untuk membahas penyelesaian masalah. Roy Sendiri tak hadir. Ia beralasan tak kebagian tiket pesawat Yogyakarta-Jakarta.
Namun mediasi itu tak memberikan banyak hasil. “Mediasi ini hanya entry point,” ujar Gatot di kantornya kepada kumparan, Rabu (12/9).
Gatot sadar masalah belum selesai andai pun Roy Suryo mampu mengembalikan 3.226 barang yang ditagih lembaganya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan audit BPK terhadap Kemenpora periode 2014-2016, indikasi pelanggaran peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah serta korupsi, tercium jelas. Ditanya apakah ada kemungkinan meneruskan perkara ini ke ranah hukum, Gatot menjawab lugas, “Why not?”
Audit BPK soal sengketa aset Kemenpora dan Roy Suryo (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Audit BPK soal sengketa aset Kemenpora dan Roy Suryo (Foto: Istimewa)
Sudah tiga kali nama Roy Suryo muncul sebagai temuan dalam audit BPK atas laporan keuangan Kemenpora. Yang pertama dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Nomor 141B/HP/XVI/05/2015 atas Laporan Keuangan Kemenpora 2014; yang kedua LHP BPK Nomor 123B/HP/XV1/05/2016 atas Laporan Keuangan Kemenpora 2015; dan terakhir pada LHP BPK Nomor 51A/LHP/XVI/05/2017 atas laporan keuangan Kemenpora 2016.
Hasil audit BPK pada 2014 mencatat, Bagian Perlengkapan Kemenpora memperoleh aset tetap berupa peralatan dan mesin sebanyak 3.296 item senilai Rp 9.552.281.995 selama 2013 dan 2014. Tertulis, aset tetap tersebut “...merupakan realisasi pembelian langsung oleh mantan menteri (RS).”
ADVERTISEMENT
LHP yang sama juga menyebut bahwa barang pembelian dikirim langsung ke rumah dinas di Wisma Widya Candra. Padahal aturannya, barang-barang tersebut harus melalui prosedur pemeriksaan barang sehingga Bagian Gudang dan Bagian Perlengkapan Kemenpora mengetahui kondisi fisik barang tersebut untuk kemudian diberi label dan diinventarisasi.
“Pak Roy itu nggak mau (barang) di-barcode-kan. Misalnya ini kursi, ada barcode-nya untuk diinventarisir. Dia nggak mau. Dia tahu, mungkin, kalau nanti apa kan nggak ada bukti kalau itu milik Kemenpora,” ujar Gatot.
Laporan audit yang sama juga menunjukkan temuan lain, yaitu fakta bahwa pembelian barang mendahului kontrak. Maksudnya, dalam pengadaan barang-barang tersebut, Roy datang langsung lebih dulu ke toko, memilih barang, baru menyerahkan kuitansi ke Bagian Perlengkapan, dan meminta anak buahnya membereskan pembayaran.
ADVERTISEMENT
Masih menurut laporan audit keuangan 2014, setelah kuitansi diterima Bagian Perlengkapan, giliran Biro Keuangan dan Rumah Tangga yang menghubungi mitra/rekanan Kemenpora (CV RCP, CV PA, dan PT K) untuk meminjamkan nama dan membayar terlebih dahulu ke toko yang didatangi Roy Suryo.
Setelah itu, barulah Bagian Perlengkapan, Pengadaan, dan Rumah Tangga bersama-sama rekanan membuat seolah-olah proses pembelian dilaksanakan dengan mekanisme Penunjukan Langsung --mekanisme tanpa lelang yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Menurut Gatot, berdasarkan laporan BPK, proses penunjukan langsung fiktif tersebut dipilih untuk menghindari proses lelang. “Kalau di bawah Rp 200 juta itu kan nggak perlu lelang. Makanya yang dibeli kecil-kecil-kecil tapi jumlahnya banyak,” jelas Gatot.
Roy Suryo dan Misteri 3.226 Aset Negara (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Roy Suryo dan Misteri 3.226 Aset Negara (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Catatan BPK tak berhenti sampai di situ. Berdasarkan audit Laporan Keuangan Kemenpora 2014, selain modus reimburse dan tidak adanya inventarisasi, barang yang dibeli oleh/berdasarkan perintah Roy Suryo juga tidak tercantum dalam rencana umum pengadaan (RUP) Kemenpora 2014. Padahal, dana yang digunakan Roy untuk membeli barang-barang tersebut adalah anggaran belanja modal.
ADVERTISEMENT
Menurut Gatot, terdapat kesalahan anggaran belanja modal. Anggaran itu tak semestinya digunakan untuk membeli barang-barang yang kini belum dikembalikan tersebut.
“Belanja modal itu untuk kegiatan alokasi yang ada di sebuah kantor. Nah, seorang menteri hanya diperkenankan menggunakan DOM (Dana Operasional Menteri), yang tiap bulannya nggak jauh-jauh dari Rp 150 juta,” kata Gatot.
Mantan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga tersebut mengaku sempat menanyakan ke rekan-rekannya di Kemenpora mengapa pos alokasi anggaran yang digunakan justru belanja modal, bukan DOM.
Sebenarnya, Roy Suryo tak sepenuhnya salah apabila selama ini ia mengaku telah mengembalikan barang-barang yang ditagih Kemenpora. Menanggapi surat permohonan pengembalian barang milik negara (BMN) yang dikirim Inspektur Kemenpora pada 31 Desember 2014, Roy Suryo memang mengembalikan 163 item ke kantor Kemenpora di Cibubur, tepatnya di Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional (PP PON).
Audit BPK soal skema pembelian reimburse Roy Suryo (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Audit BPK soal skema pembelian reimburse Roy Suryo (Foto: Istimewa)
Meski Roy mengembalikan 163 item barang, di LHP BPK atas Laporan Keuangan Kemenpora tahun 2015, dari 163 barang tersebut hanya 70 item yang tercantum dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi (SIMAK) BMN Kemenpora senilai Rp 533,9 juta.
ADVERTISEMENT
Maka alih-alih berkurang 163 item, jumlah awal 3.296 hanya berkurang 70 buah dan menyisakan 3.226 barang lagi yang masih belum dapat ditelusuri keberadaannya. Nilainya pun hanya berkurang dari Rp 9.552.281.995 menjadi Rp 9.018.317.185.
Surat pengiriman barang dari rumah Roy Suryo di Yogya ke kantor Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga (PP PON) di Cibubur. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Surat pengiriman barang dari rumah Roy Suryo di Yogya ke kantor Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga (PP PON) di Cibubur. (Foto: Istimewa)
Sosok Roy Suryo masih muncul dalam LHP BPK Nomor 51A/LHP/XVI/05/2017 atas Laporan Keuangan Kemenpora 2016. Meski begitu, dibandingkan dua LHP sebelumnya, laporan BPK soal detail kasus barang Roy Suryo semakin berkurang dari tahun ke tahun. Dalam laporan 2015 dan 2016, BPK sebatas menuliskan bahwa Roy Suryo belum mengembalikan 3.226 unit BMN senilai Rp 9,018 miliar.
Padahal, dalam laporan tahun 2014, BPK tidak hanya mempermasalahkan ‘hilangnya’ barang-barang yang dibeli oleh/atas perintah Roy Suryo. LHP BPK Nomor 141B/HP/XVI/05/2015 itu juga mempermasalahkan proses pembelian yang diduga melanggar peraturan soal pengadaan barang/jasa pemerintah. Masalah rumit dari proses pengadaan disederhanakan menjadi hanya sebatas barang yang belum kembali.
Audit BPK 2016 soal aset Kemenpora dan Roy Suryo (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Audit BPK 2016 soal aset Kemenpora dan Roy Suryo (Foto: Istimewa)
Menanggapi polemik Roy Suryo-Kemenpora yang terus panas, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Firdaus Ilyas dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam sepakat bahwa masalah Roy Suryo tak selesai hanya lewat pengembalian barang.
ADVERTISEMENT
Selain menyebut ada pelanggaran peraturan terkait prosedur pengadaan barang, Firdaus juga menekankan tidak sinkronnya pengadaan barang di masa Roy Suryo dengan kebutuhan prioritas dari Kemenpora sendiri. Ini, menurutnya, jelas mengakibatkan potensi kerugian negara.
“Kalaupun dibalikin, kementeriannya tidak bisa menggunakan barang-barang ini. Buat apa banyak lensa, apakah Kementerian Olahraga akan menjadi perusahaan studio multimedia?” kata Firdaus, di Kantor ICW, Kalibata, Kamis (13/9).
“Artinya, terjadi ketidakpatutan, ketidakhematan. Tidak hanya memberi kerugian negara, kami bisa mengatakan ini ke ranah tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
Roy Salam lebih jauh mengatakan, berdasar audit BPK, terlihat niat jahat sedari awal dalam pengadaan barang oleh Roy Suryo, dengan perbuatannya membeli sendiri barang tanpa prosedur Penunjukan Langsung sesuai Perpres Nomor 54 Tahun 2010.
ADVERTISEMENT
“Barang itu langsung dikirim ke rumah dinas, dan sampai berakhir masa jabatan, sengaja dibiarkan dan tidak dilabeli sebagai aset Kemenpora,” ujar Roy Salam kepada kumparan di kawasan Menteng, Kamis (13/9). “Ini artinya ada niat jahat di situ. Ada perencanaan untuk korupsi sebelumnya.”
Selain itu, mengingat kasus telah berjalan hampir empat tahun, Roy Salam berpendapat seharusnya ada tindak lanjut audit terhadap masalah ini. Audit, kata dia, sudah harus dilanjutkan menjadi audit dengan tujuan tertentu untuk mengetahui besar kerugian negara dan unsur tindak pidana korupsi apa saja yang ada dalam kasus ini.
“Polemik soal menunggu pengembalian itu hanya dampak. Tapi problem utama adalah ada perencanaan korupsi dalam proses pembelian dan pengadaan itu,” ujar Roy Salam.
Juru bicara Roy Suryo, Heru Nugroho (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Juru bicara Roy Suryo, Heru Nugroho (Foto: Prima Gerhard/kumparan)
Juru Bicara Roy Suryo, Heru Nugroho, mengatakan tak ada backdate atau reimburse dalam proses belanja yang dilakukan Roy Suryo saat menjabat Menpora. Heru meyakini barang-barang tersebut bukan barang yang dibeli oleh Roy Suryo.
ADVERTISEMENT
“Satu dua, mungkin. Tapi nggak terus semuanya jadi reimburse ke sana. Ya nggak gitu amat,” kata Heru kepada kumparan, Jumat (14/9).
“Jadi kalau BPK bicara bahwa Pak Roy membeli barang kemudian di-reimburse, saya mau nanya, BPK tahu dari mana? BPK itu belum pernah loh manggil Pak Roy, mengonfirmasi apa benar begini-begini. Semua cerita yang berkembang itu sumbernya dari Kemenpora.”
Bersama Tigor Simatupang, Heru diberi kewenangan oleh Roy Suryo untuk menghadapi perkembangan kasus aset Kemenpora ini. Heru, yang notabene adalah mantan staf khusus Roy Suryo di Kemenpora, tak khawatir apabila kasus berkembang ke ranah hukum.
“Kalau bisa diselesaikan baik-baik, ya sudah. Tapi kalau enggak bisa, ayo dah kita main di pengadilan aja,” ujar Heru menjawab tantangan.
ADVERTISEMENT
------------------------
Simak geger Roy Suryo di Liputan Khusus kumparan: Catutan si Roy