news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Berbenahlah Jerman, karena Piala Dunia 2018 Bukan Kegagalan Pertama

30 Juni 2018 0:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Haruskah Joachim Loew diganti? (Foto: Reuters/Thilo Schmuelgen)
zoom-in-whitePerbesar
Haruskah Joachim Loew diganti? (Foto: Reuters/Thilo Schmuelgen)
ADVERTISEMENT
Rusia bukan tempatnya Jerman, Piala Dunia 2018 bukan arenanya Joachim Loew. Tanda-tanda penampilan yang buruk itu bahkan sudah muncul di uji tanding. Dalam empat uji tanding terakhir, Jerman menelan dua kekalahan (dari Austria dan Brasil), satu hasil imbang (dengan Spanyol), dan satu kemenangan (atas Arab Saudi).
ADVERTISEMENT
Hanya karena keempat laga ini bukan pertandingan kompetitif, bukan berarti hasilnya dapat dianggap enteng begitu saja. Sesuai namanya, uji tanding digunakan untuk memastikan kelayakan suatu tim, terutama untuk menghadapi turnamen terdekat.
Kalau capaiannya buruk, maka artinya, tim itu belum layak bertanding di turnamen tersebut. Persoalan ini seharusnya kian serius karena Jerman menyandang status sebagai juara bertahan Piala Dunia, terlepas dari fakta bahwa tak semua pemain yang berlaga di Rusia merupakan bagian dari skuat Piala Dunia 2014.
Tanda-tanda memburuknya penampilan Jerman semakin jelas saat mereka melakoni fase grup. Meksiko memang tak menang telak, hanya 1-0. Namun, kemenangan Meksiko ini bukan kebetulan, bukan seperti omongan Loew di konferensi pers setelah laga (vs Meksiko): Jerman sedang sial.
ADVERTISEMENT
Bila diperhatikan, Meksiko dapat membaca permainan Jerman. Apa-apa yang mereka kerjakan di atas lapangan merupakan respons atas taktik yang diusung Jerman. Sempat membaik di laga melawan Swedia, Jerman kembali menuai kekalahan. Melawan Korea Selatan, mereka kalah 0-2. Parahnya, hasil ini memastikan langkah Jerman terhenti di Piala Dunia 2018.
"Karena rasa sakit dan kekecewaan akan raihan buruk ini membuat kami perlu waktu untuk mencerna dan mempertimbangkan kembali apa yang harus kami lakukan setelah ini. Kami harus mengakui kami benar-benar kecewa dengan turnamen ini," tutur Loew, mengutip ESPN.
"Kami tidak dapat memberikan apa yang seharusnya kami berikan kepada para suporter. Kami tidak bisa menunjukkan permainan seperti yang biasanya kami lakukan. Dan sebagai pelatih, saya harus merenungkan apa yang sebenarnya menjadi sumber masalah kami," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam wawancaranya tersebut, Loew juga menegaskan, dengan kegagalan ini, Jerman wajib berbenah sesegera mungkin. Kondisi yang demikian mengingatkannya pada masa transisi kepelatihan Rudi Voeller ke Juergen Klinsmann pada 2004. Di masa itu, Loew masih menjabat sebagai asisten pelatih Klinsmann.
Situasi Jerman di Piala Dunia 2018 pada dasarnya mirip dengan apa yang terjadi di Piala Eropa 2000. Menyandang gelar sebagai juara bertahan, Jerman mengakhiri fase grup di posisi paling buncit. Akibatnya, mereka tak bisa melangkah ke babak selanjutnya.
Jerman angkat koper di Piala Dunia 2018. (Foto: REUTERS/Michael Dalder)
zoom-in-whitePerbesar
Jerman angkat koper di Piala Dunia 2018. (Foto: REUTERS/Michael Dalder)
Namun, ada berkah tersendiri di balik petaka tersebut. Setelahnya, Jerman benar-benar berbenah. Fokus mereka ada pada pengembangan talenta muda secara optimal. Reformasi ini melahirkan satu praktik baru di ranah sepak bola Jerman.
ADVERTISEMENT
Di sana, salah satu syarat supaya klub bisa bermain di Bundesliga dan Bundesliga 2 yang merupakan dua level kompetisi teratas adalah, memiliki akademi sepak bola. Tak sembarang akademi. Di dalamnya harus ada, setidaknya, 12 pemain Jerman di setiap kelompok umur.
Konon, klub-klub Bundesliga dan Bundesliga 2 menghabiskan sedikitnya 75 juta euro per tahun untuk mengelola dan menghidupi akademi-akademi itu. Bukan harga yang murah, tapi pantas.
Walaupun sebelum reformasi tersebut Jerman prestasi yang oke (dibuktikan dengan masing-masing tiga gelar juara dan runner up Piala Dunia), reformasi itu memang benar-benar berdampak. Sepak bola Jerman menjadi salah satu yang paling stabil, setidaknya sebelum Piala Dunia 2018 ini.
"Kondisi ini serupa dengan apa yang dialami Jerman pada 2004, saat transisi kepelatihan Rudi Voeller ke Juergen Klinsmann. Begitu sadar dengan situasi buruk, Jerman bertindak. Dan hasilnya, Jerman menjadi negara dengan sepak bola terstabil dalam 14 tahun terakhir," jelas Loew.
ADVERTISEMENT
"Kami tersingkir bukan hanya karena satu alasan, ada banyak hal yang membuat kami tersisih dari kompetisi Piala Dunia. Faktanya adalah kami tidak ada dalam performa yang biasa kami tunjukkan. Kami harus menganalisis kesalahan apa yang sebenarnya kami buat."
"Saya pikir, kami harus kembali bertindak. Harus ada pengukuran masalah secara mendalam sehingga kami bisa mantap untuk menentukan solusi yang kami butuhkan. Inilah yang harus kami bicarakan dalam waktu dekat," ujar Loew mengakhiri.