Teori Graf: Metode Penentu Rute Perjalanan Efektif untuk Mendukung Smart City

Naufal Sya'bana
Mahasiswa Universitas Diponegoro
Konten dari Pengguna
28 April 2024 16:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Sya'bana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Jakarta, salah satu kota berkembang menjadi smart city di Indonesia (https://unsplash.com/photos/city-with-buildings-photograph-P5d3B3oZLqw)
zoom-in-whitePerbesar
Potret Jakarta, salah satu kota berkembang menjadi smart city di Indonesia (https://unsplash.com/photos/city-with-buildings-photograph-P5d3B3oZLqw)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengembangan smart city telah menjadi salah satu misi utama Indonesia. Sesuai dengan misi ke-6 sampai ke-8 pada Indonesia Emas 2045, transportasi menjadi tulang punggung dalam pemenuhan pembangunan yang merata dan inklusif. Adanya kepastian yang diberikan menjadi kelebihan yang dimiliki transportasi umum dalam menunjang mobilitas penduduk.
ADVERTISEMENT
Apa saja kepastian itu? Kepastian tersebut antara lain, kepastian waktu tempuh perjalanan dan kepastian biaya yang tidak dimiliki transportasi pribadi. Untuk mendukung hal ini, pada setiap transportasi umum yang beroperasi dibutuhkan sistem penentuan rute yang paling efektif disertai dengan transparansi waktu kedatangan, keberangkatan, dan waktu perjalanan. Oleh karena itu, teori graf dapat hadir menjadi salah satu metode untuk menentukan rute perjalanan tersebut.

Teori Graf pada Konteks Transportasi Umum

Dalam teori graf, terdapat dua teori yang sering muncul di permukaan yaitu teori Euler dan teori Hamilton. Di mana dalam konteks transportasi:
ADVERTISEMENT
Transportasi umum lebih memfokuskan pada pemberhentian/halte yang dilewati tepat hanya satu kali dalam satu siklus perjalanan sehingga teori Hamilton lebih tepat untuk digunakan.

Rute Terpendek (Shortest Path)

Penentuan rute terpendek (shortest path) dapat dilakukan dengan beberapa algoritma yang sejatinya sama yaitu membandingkan opsi yang satu dengan opsi yang lain untuk menentukan rute terpendek, contohnya algoritma Dijkstra, algoritma Prim, dan algoritma Kruskal.
Dalam menentukan rute terpendek diperlukan dukungan data-data konkret mengenai opsi jalan penghubung antarpemberhentian/halte yang tersedia dan mungkin dilewati oleh armada transportasi umum tersebut. Selanjutnya dapat ditentukan mana opsi jalan yang memiliki panjang terpendek berdasarkan data-data tersebut yang kemudian dapat memudahkan dalam melakukan transparansi waktu dan biaya perjalanan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal-hal seperti ini telah digunakan pada beberapa sistem transportasi umum terintegrasi di Indonesia. Sistem seperti ini perlu untuk dikembangkan pada transportasi umum daerah-daerah lain karena smart city terwujud dengan digunakannya teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi operasional demi mewujudkan peningkatan kualitas layanan pemerintah dan kesejahteraan warga melalui salah satunya sistem transportasi umum yang memudahkan mobilitas masyarakat.

Contoh Penerapan

Sebagai contoh, terdapat data halte A, B, dan C di mana halte A dan B terhubung oleh jalan AB1 dengan panjang 3km, jalan AB2 dengan panjang 2,4km, dan jalan AB3 dengan panjang 3,2km. Kemudian halte B dan C terhubung oleh jalan BC1 dengan panjang 5,3km dan jalan BC2 dengan panjang 5km. Berdasarkan data tersebut, dapat ditentukan bahwa rute terpendek siklus perjalanan halte A hingga C yaitu A - AB2 - B - BC2 - C dengan total jarak tempuh 7,4km.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Dengan begitu, teori Hamilton berhasil menjadi salah satu metode yang dapat digunakan dalam menentukan rute perjalanan efektif bagi transportasi umum untuk mendukung pengembangan smart city di Indonesia. Hal ini sesuai dengan poin ke-11 dalam SDGs Indonesia yaitu kota dan pemukiman yang berkelanjutan.